Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN


PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN

Makalah ini guna memenuhi tugas “psikologi agama “

Dosen pengampu : imam mujiono












Disusun oleh :

1. Nur ‘aini Rokhmatun (12422027)

2. Ridha (12422026)

3. AnggitWahyuGinanjar (12422048)

4. NurRohman  (12422046)





JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM 

UNIVERSITAS AGAMA ISLAM

YOGYAKARTA

DAFTAR ISI


BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................................1

B. Rumusan masalah...............................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pendidikan keluarga............................................................................................2

B. Pendidikan kelembagaan.....................................................................................3

C. Pendidikan di masyarakat ...................................................................................5

D. Agama dan masalah sosial...................................................................................7

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................11

B. Daftar pustaka....................................................................................................12















BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar belakang

Dalam dunia pendidikan, pendidikan sangat berpengaruh terhadap lingkungannya seperti pendidikan keluarga, pendidikan kelembagaan, pendidikan di masyarakat, agama serta masalah sosial. 


B. Rumusan masalah

1. Bagaiman peran pendidikan keluarga

2. Bagaimana peran pendidikan kelembagaan

3. Bagaimana peran pendidikan di masyarakat

4. Bagaimana peran agama dan masalah sosial
















BAB II

PEMBAHASAN

PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN

A. Pendidikan keluarga

Lingkungan kelurga adalah lingkungan yang paling utama karena sebagian besar kehidupan anak pada keluarga. Pendidikan kelurga adalah pendidikan sepanjang hayat. Di dalam keluarga, orang tua mendidik anaknya supaya lebih mandiri dan menjadi suatu kepribadian anak. Keluarga memberikan pendidikan moral, dasar-dasar keagamaan, mental serta kepribadian anak, sehingga anak bisa terarah dengan baik.

Menurut rasulullah, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu membentuk arah kenyakinan anak-anak mereka, menurut beliau setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk kenyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua mereka.

Anak adalah anggota keluarga, sedangkan orang tua adalah pemimpin keluarga sebagai penanggung jawab atas keselamatan warganya di dunia dan khususnya di akhirat. Maka orang tua wajib mendidiknya. Kelurga bertanggung jawab mendidik anaknya dengan benar dan orang tua harus bisa menciptakan suasana keluraga yang damai dan tenteram.

Pendidikan keluarga dapat membiasakan dan menanamkan akhlak terpuji, menampilkan ketrampilan-ketrampilan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan kepribadian yang teguh, memperhatikan dan mengembangkan bakat serta memupuk minat dan bakat. 

Pendidikan dari keluarga (orang tua) dapat memberikan pondasi yang kuat untuk membentengi anak-anaknya agar tidak salah dalam pergaulan dimasa mendatang.keluarga yang ideal adalah keluarga yang mau memberikan dorongan yang kuat kepada anaknya untuk pendidikan agama.

Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Oranmg tua (bapak dan ibu ) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secar kodrat ibu danb bapak diberikan anugrah oleh tuhan pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri ini, timbul rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anaknya. Hingga secara moral keduanya mersa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi serta membimbing keturunan mereka.

Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H.Clark, berjalan dengan unsur-unsur kejiwaansehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang menyangkut kejiwaan, manusia demikian rumit dan kompleksnya, namun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat di dalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agam itu berkembang(W.H.Clak, 1964:4). Dalam kaitan itu pulalah terlihat peran pendidikan keluarga dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak, maka tak mengherankan jika rasul menekankan tanggung jawab itu pada kedua orang tua.

Dua ahli psikologi anak perancis bernama itard dan sanguin pernah meneliti anak-anak asuhan serigala. ,mereka menemukan dua orang bayi yang dipelihara oleh sekelompok serigala di sebuah gua. Ketika ditemukan, kedua bayi manusia itu sudah berusia kanak-kanak, namun kedua bayi tersebut tidak menunjukkan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh anak manusia pada usia kanak-kanak.

Tak seorang pun diantara keduannya yang mampu mengucapkan kata-kata, kecuali suara auman serigala. Keduanya juga berjalan merangkak dan makan dengan cara menjilat. Dan terlihat pertumbuhan gigi serinya lebih runcing menyerupai taring serigala. Setelah dikembalikan ke lingkungan masyarakat manusia, ternyata kedua anak-anak hasil asuhan serigal;a tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dan akhirnya mati.

Contoh diatas menunujukkan bagaiman pengaruh pendidikan, baik dalam bentuk pemeliharaan ataupun pembentukan kebiasaan terhadap masa depan perkembangan seorang anak. Kondisi seperti itu tampaknya menyebabkan manusia memerlukan pemeliharaan, pengawasan dan bimbingan yang serasi dan sesuai agar pertumbuhan dan perkembangannya dapat berjalan secara baik dan benar. Manusia memang buakn makhluk instinktif secar utuh, sehingga ia tidak mungkin berkembang dan tumbuh secara instinktif sepenuhnya. Makanya menurut W.H.Clark, bayi memerlukan persyaratan  -persyaratan tertentu pengawasan serta pemeliharaan yang terus menerus sehingga latihan dasar dalam pembentukan kebiasaan dan sikap-sikap tertentu agar ia memiliki kemungkinan untuk berkembang secara wajar dalam kehidupan di masa datang (W.H.Clark, 1964:2)



B. Pendidikan kelembagaan

Kehidupan di sekolah merupakan suatu jembatan yang menghubungkan antara kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat. Di sekolah anak-anak mendapatkan pengakjaran dan pendidikan dibawah asuhan sang guru. Di lingkungan sekolah fungsinya untuk mengembangkan potensi manusia. Sekolah harus dapat menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk yang religius dan mampu menjadi pemeluk agama yang baik, taat, sholeh dan toleran.

Peranan sekolah terhadap pendidikan sangatlah penting, karena sekolah memberikan pendidikan rohani, jasmani, agama dan moral. Sekolah merupakan lembaga pendidik yang melaksanakan pembianaan pendidikan, pengajaran secara terstruktur. Peran sekolah untuk pembentukan kepribadian anak, membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat dan sebagainya.

Sekolah memberikan bakal kemampuan kepada peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya secara pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan makhluk tuhan. Di dalam lingkungan sekolah dapat membangun jiwa sosial dan jaringan pertemanan. Banyaknya teman yang bersekolah bersama akan memperluas hubungan sosial seseorang siswa. Dengan memiliki teman, maka kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan baik. Dengan bersekolah dapat memperkuat mental, fisik dan disiplin waktu, memperkenalkan tanggung jawab terhadap tugas dan mengembangkan kreatifitasnya. 

Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik yang berguna bagi dirinya dan berguna bagi nusa dan bangsa.

Selain itu, sejalan dengan fungsi dan perannya, maka sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan kelurga, karena keterbatasan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, maka mereka diserahkan ke sekolah-sekolah. Sejalan dfengan kepentingan dan masa depan anak-anak, terkadang para orang tua sangat selektif dalam menentukan tempat untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Mungkin saja para orang tua yang bersal dari keluarga yang taat beragama akan memasukkan anaknya ke sekolah-sekol;ah agama. Sebaliknya, para orang tua lebih mengarahkan anak m,ereka untuk masuk ke sekolah-sekolah umum. Atau sebaliknya, para orang tua yang sulit mengendalikan tingkah laku anaknya akan memasukan anak-anaknya ke sekolah agama dengan harapan secar kelembagaan sekolah tersebut dapat berpengaruh dalam membentuk kepribadian anak-anak tersebut.

Memang sulit untuk mengungkapkanm secara tepat mengenai seberapa jauh pendidikan agama melalui kelembagaan  pendidikan terhadap perkembangan jiwa keagamaan para anak. Berdasarkan penelitan Gillesphy dan Young, walaupun latar belakang pendidikan agama di lingkungan lebih dominan dalam pembentuakan jiwa keagamaanpada anak (jalaludin dan ramayulis,1993:38), barangkali pendidkan agama yang diberikan di kelembagaan pendidikan ikut berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan anak. Kenyataan sejarah menunjukkan kebenaran itu. Sebagai contoh adalah tokoh –tokoh keagamaan pendidikan khusus seperti pondok pesantren, seminari maupun vihara. Pendidikan keagamaan (religious pedagogyc) snagt mempengaruhi tingkah laku keagamaan ( religious behaviour), tulis Young.

Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak, untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab, pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.

Kebiasaan adalah cara bertindaj atau berbuat seragam (M.buchori,1982:115). Dan pembentukan kebiasaan ini menurut Wetherington melaui dua cara, pertama, dengan car pengulangan dan kedua , dengan disengaja atau direncanakan (M.buchori,1982:116). Jika melalui pendidikan keluarga pembentukan jiwa keagamaan dapat dilakukan dengan menggunakan cara yang pertama, maka melalui kelembagaan pendidikan cara yang kedua tampaknya akan lebih efektif. Dengan demikian, pengaruh pembentukan jiwa keagamaan pada anak di kelembagaan pendidikan barangkali banyak tergantung dari bagaimana perencanaan pendidikan agama yang diberikan di sekolah (lembaga pendidikan )

Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, anatar lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluraga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidkan agama dalam keluaraga. Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya.

Menurut Mc.Guire, proses perubahan sikap dari tida menerima kesikap menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah adanya perhatian, kedua adanya pemahaman dan ketiga adanya penerimaan (djamaludin ancok, 1994:40-41). Dengan demikian, pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak sangat tergantung dari kemampuan pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertama, pendidikan agama yamg diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi metode serta alat-alat bantu yang ,memungkinkan anak-anak memberikan perhatiannya.

Kedua, guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hafalan semata, ketiga, penerimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap pendidik itu sendiri, antara lain memiliki keahlian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang sejalan dengan ajaran agam sperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua ciri ini akan sangat menetukan dalam mengubah sikap para anak didik.



C. Pendidikan di masyarakat

Lingkunagan masyarakat mempunyai arti yang lebih dari suatu lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga. Pengawasan tingkah laku perbuatan anak dalam lingkunagn masyarakat dilakukan oleh petugas-petugas hukum dalam masyarakat maupun juga orang-orang yang berda dalam masyarakat. Pendidikan adalah hak bagi setiap insan. Pendidikan harus dapat memberikan suatu nilai lebih dalam masyarakat.

Masalah pendidikan keluarga dan sekolah tidak lepas dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Di masyarakat terdapat norma-norma yang harus diikutio oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap.

Dalam bermasyarakat, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakat dalam bekerja, bergaul dan sebagainya.

Pendidikan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan akal, budi pekerti dan kerohanian kepada generasi muda yang secara lansung atau tidak langsung menentukan jenis pekerjaannya di kemudian hari dan selalu mempengaruhi perkembangan seterusnya. Pendidikan masyarakat menambah kemampuan masyarakat untuk dapat bertahan dan mengembangkan diri dalam semua aspek kehidupan. Pendidikan harus memenuhi kebuthan dari masyarakat, sehingga kelak terbentuklah masyarakat yang madani.

Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan maupun tidak, ikut serta dalam mengembangkan kemampuan kehidupan bergama melalui pesantren, pengajian. Dan mengembangkan kemampuan kehidupan sosial budaya melalui olahraga, kesenian dan lembaga pendidikan lainnya.

Masyarakat berperan mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat. Melihat peran masyarakat, masyarakar membutuhkan anak-anak yang terdidik dan anak didik pun membutuhkan masyarakat.

Di dalam lingkunagn masyarakat, setiap orang akam memperoleh berbagai hal. Misalnya, tentang lingkungan alam, hubungan sosial, politik, kebudayaan dan sebagainya. Setiap orang akan memperoleh pengaruh yang sifatnya mendidik dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Pengaruh pendidikan dapat diperoleh melalui siaran televisi, buku-buku, koran, cerita, mjalah dan sebagainya.selain itu dalam masyarakat terdapat berbagai lembaga seperti kursus, majlis ta’lim, pendidikan keterampilan, dan pendidikan kesetaraan. Masyarakat dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang nyaman dan peduli terhadap pendidikan.

Wetherington memberi cotoh mengenai fakta asuhan yang diberikan kepada anak kembar yang diasuh di lingkungan yang berbeda. Hasilnya ternyata menunjukkan bahwa ada perbedaan antara keduannya sebagai hasil pengaruh lingkungan. Selanjutnya, ia mengutip hasil penelitian Newman tentang adanya perbedaan dalam lingkungan sosial dan pendidikan menghasilkan perbedaan-perbedaan yang tak dapat disangkal. Dengan demikian menurutnya, kehidupan rumah (keluarga) yang baik dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang penting dalam pertumbuhan psikis (kejiwaan ) dan dalam suasana yang lebih kaya pada suatu sekolah perubahan-perubahan seperti itubakan lebih banyak lagi. (M.Buchori,1982,156)

Selanjutnya, karena asuhan terhadap pertumbuhan anak harus berlangsung secara teratur dan terus menerus. Oleh karena itu, lingkunagn masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan fisika akan berhenti saat anak mencapai usia dewasa, namun pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Hal ini menunjukkan bahwa masa asuhan di kelembagaan pendidikan (sekolah) hanya berlangsung selama waktu tertentu. Sebaliknya, asuhan oleh masyarakat akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini pula terlihat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai hanya dengan mengenal saja. Menurut emerson, norma-norma kesopanan menghendaki adanya norma-norma kesopanan pula pada orang lain (M.buchori,1982:157)

Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai-nilai yang berkaitan dengan aspek-aspek spiritual akan lebih efektif jika seseorang berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Sebagai contoh, hasil penelitian masri singarimbun terhadap kasus kumpul kebo di majolama, iaa menemukan 13 kasus kumpul kebo ini ada hubungannya dengan sikap toleran masyarakat terhadap hidup bersama tanpa nikah (djamaludin ancok,1994:27). Dan kasus seperti itu mungkin akan lebiih kecil di lingkungan masyarakat yang menentang pola hidup seperti itu.

Disini terlihat hubungan antara lingkungan dan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai agama. Di lingkunagn masyarakat santri barangkali akan lebih memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan dibandingkan dengan masyarakat lain yang memiliki ikatan yang longgar terhadap norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantunfg dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma agama itu sendiri.



D. Agama dan masalah sosial

Tumbuh dan berkembangnya kesadaran agama (religious conciosness) dan pengalaman agama ( relegious experience), ternyata melalui proses gradual, tidak sekaligus. Pengaruh luar yang sangat berperan dalam menumbuhkembangkannya, khususnya pendidikan. Adapun pendidikan yang paling berpengaruh yakni pendidikan dalam keluarga. Apabila di lingkungan keluarga anak-anak tidak diberikan pendidikan agama, biasanya sulit untuk memperoleh kesadaran dan pengalaman agama yang memadai.

Pepatah mengatakan :”bila anak tidak didik oleh orang tuannya, maka ia akan dididik oleh siang dan malam.” Maksudnya, pengaruh lingkungan akan mengisi dan memberi bentuk dalam jiwa anak itu. Dalam kehidupan kota-kota, terutama kota besar, anak-anak yang kehilangan hubungan dengan orang tuanya ckup banyak. Mungkin dikarenakan faktor ekonomi, hingga harus mencxari nafkah seharian ataupun anak yatim piatu. Anak-anak ini sering disebut anak jalanan.

Secara umum, anak jalanan merupakan anak yatim, baik karena berstatus sebagi yatim sepenuhnya, yaitu mereka yang sudah kehilangan orang tua atau yang ternyatimkan. Mereka yang ternyatimkan ini adalah yang masih mempunyai orang tua, tetapi sudah lepas dari hubungan dari orang tua mereka. Hidup tanpa pemeliharaan dan pengawasan orang tua menjadikan anak jalanan berhadapan dengan kehidupan yang keras serta terkesan liar. 

Dalam kesehariannya, anak-anak ini umumnya tergabung dalam kelompok sebaya atau dalam kegiatan yang sama. Ada kelompok pengamen, pemulung, pengemis, dan sebagainya. Mengamati lingkungan pergaulan sehari-hari serta kegiatan yang mereka lakukan, maka kasus anak jalanan ini dapat menimbulkan kerawanan sosial, juga kerawanan dalam nilai-nilai keagamaan. Bahkan , di kota-kota besar, mereka ini seakan sudah terbentuk menjadi golongan tersendiri dalam masyarakat yakni masyarakat rentan.

Sebagai masyarakat rentan, golongan ini seakan berada di luar lingkaran budaya dan tradisi masyarakat umum. Boleh dikatakan mereka mepunyai budaya sendiri yang terbentuk di luar kaidah nilai-nilai yang berlaku. Pola kehidupan yang cenderung pesimis (serba boleh), menjadikan anak jalanan rawan sentuhan berbagai pengaruh buruk.

Bila konflik agama dapat ditimbulkan oleh tindakan radikal, karena sikap fanatisme agam, maka dalam kasus anak jalanan ini, mungkin sebaliknya. Konflik dapat terjadi karena kosongnya nilai-nilai agama.

Dalam kehidupan yang seperti ini, tindakan emosional dapat terjadi sewaktu-waktu. Hal ini dikarenakan tidak adanya nilai-nilai yang dapat mengikat dan mengatur sikap dan perilaku yang negatif. Dengan demikian, mereka akan mudah terprovokasi oleh bernagai isu yang berkembang.

Meskipun anak-anak jalanan ini sering digolongkan sebagai kelompok masyarakat yang termaginalisasikan, namun mereka merupakan generasi muda bangsa. Nasib dan pengaruh lingkungan yang membawa mereka ke dalam kehidupan yang demikian. Semuanya menjadikan jalan hidupnya. Oleh karena itu. Tanggung jawab ini terbebankan kepada masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks ini sebenarnya institusi pendidikan agama dapat berperan. Demikian pula organisasi keagamaan. Membiarkan anak jalanan bukanlah sikap yang arif. Kasus anak jalana ini tampaknya memang memerlukan penanganan yang serius. Selain menjadi masalah sosial, kasus ini juga menjadi bagian dari masalah keagamaan, sebagai aplikasi dari kesadaran agama.

fungsi agama adalah mengembangkan sikap kebaikan, belas kasihan, asal usul suku, budaya, ras maupun gender. Agama diturunkan ke bumi ini untuk menciptakan kedamaian dan ketrentraman. Tidak ada cita-cita agama yang ingin membuat onar, membuat ketakutan, suasana mencekam, pembunuhan, sadisme dan perusakan.

Agama mempunyai kaitan yang sangat erat dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam agama terdapat pendidikan akhlak yang sabngat penting karena pendidikan ini menyangkut sikap dan perilaku yang harus di tampilkan dalam kehidupan sehari-hari.

Di dalam agama tentunnya terdapat banyak perbedaaan dalam kepentinagn dan tujuan masing-masing yang pada akhirnya juga akan melahirkan konflik sosial dalam kenyakinan yang dipegang oleh masing-masing manusia.

Dari sinilah lembaga instansi pendidikan harus menunjukkan peran dalam mengatasi konflik sosial; yang terjadi. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bersama orang lain. Dalam hidup bersama tentu seorang manusia tidak dapat bertindak seenaknya. Norma meletakkan pedoman dasar bagaimana manusia memerankan perannya dan bagaimana manusia berhungan dengan sesamanya.

Yang bertanggung jawab atas maju mundurnya pendidikan termasuk pendidikan islam pada keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi stu sama lain.

Generasi muda sangat membutuhkan semangat pembangkitan nilai-nilai religius dan moral yangv diharapkan dapat membina jiwa mereka, memperkokoh kepribadian mereka, mengontrol mereka agar tidak sampai melakukan penyimpangan.

Dengan adanya nilai-nilai spiritual, biasanya akan mengakibatkan terbentuknya kenyakinan yang sehat dan pengetahuan akal yang luas. Perpaduan pendididkn spiritual dan pendidikan akan memunculkan kepribadian yang tangguh, sebab akal yang terus berkembang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan dan kemampuan seseorang.

Dalam pandangan nilai-nilai spiritual iaslam, daya kepemimpinan seseorang itu ada pada kekuatan akal yang dipadyu dengan kelembutan perasaan sehingga akan sanggup mengendalikan langkah-langkah kekuatan emosi dan kekuatan nafsu yang ada pada manusia.















BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Lingkungankeluargaadalahlingkungan yang paling utamakarenasebagianbesarkehidupananakpadakeluarga.Keluargamemberikanpendidikan moral, dasar-dasarkeagamaan, mental sertakepribadiankepadaanak yang dimulaisejakdini, sehinggaanakbisaterarahdenganbaik. 

2. Peranlingkungansekolahuntukmengembangkanpotensianakdidik, membentukkepribadiananak, membinaanaktentangkecerdasansikap, minat, danlain- lain. 

3. Pendidikanmempengaruhikehidupanbermasyarakatdenganmemberikanilmupengetahuan, keterampilan, pendidikanakal, budipekerti, dan kerohaniankepadagenerasimuda yang secaralangsungatautidaklangsungmenentukanjenispekerjaannya dikemudianharidanselaluakanmempengaruhi perkembanganseterusnya.

4. Ajaran agama mengajarkanuntukbertoleransiantarumat agama tanpamemandangderajat sesorangdanmengajarkanmengendalikanemosi, perkataan, tingkahlaku, sertamengajarkan seseorangpekaterhadapmasalah-masalahsosialsepertikemiskinan, keadilan, kesejahteraan, kemanusiaan, dansebagainya.


















DAFTAR PUSTAKA


Jalaludin, psikologi agama, jakarta : PT raja grafindo,2005

Mahfuzh, syaikh M. Jamaluddin, psikologio anak dan remaja muslim, jakarta : pustaka al kautsar, 2001









































Posting Komentar untuk "PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN"