Rindu di Penghujung Petang
Rindu
di Penghujung Petang
Penulis : Rama Dira J
DI pengujung petang itu, lidah-lidah
api jingga berkeretap liar, memangsa cepat sejengkal demi sejengkal badan kapal
dongfeng berbahan kayu milik Hosni Mubaroq. Dari kejauhan, orang-orang
pulau yang bergegas mendekat belum bisa memastikan apakah juragan ikan itu ada
dalam dongfeng yang tengah sandar di dermaga itu.
Hanya Hanafi yang mengetahui
keberadaan Hosni Mubaroq di sana sebab dialah yang melemparkan dua botol bensin
yang sudah tersulut sumbunya ke geladak kapal dongfeng itu, setelah ia
melihat Hosni Mubaroq bergegas masuk ke sana, sehabis membeli sekantung makanan
ringan dan sebotol topi miring dari warung kelontong Koh Jun sebagai
kebiasaan yang selalu ia lakukan sehabis memborong ikan dari para nelayan,
sebelum membawa ikan-ikan itu menyeberang ke kota.Hanafi yakin, tak ada lagi
celah bagi Hosni Mubaroq untuk selamat. Dalam bayangannya, Hosni Mubaroq sudah
tamat, mungkin hanya tersisa abu kini. Hanafi menyeringai bangga. Ia puas telah
menuntaskan misinya. Ia telah melenyapkan lelaki yang sudah berani mengganggu
cinta murni Mak yang baru dua tahun ini ditinggal pergi Pak Hanafi, yang hilang
setelah tergulung ombak lima meter di lautan lepas.
Bocah
Hanafi tidak pernah menyalahkan Mak. Ia selalu yakin, jika Hosni Mubaroq yang
telah beristri empat itu tak datang menggoda, Mak tak akan berani menistakan
diri, mengkhianati cinta sehidup semati dengan Pak Hanafi. Hal yang semakin
menguatkan keyakinan Hanafi untuk tak pernah menyalahkan Mak adalah kenyataan
betapa berbagai cara telah dilakukan Hosni Mubaroq demi menundukkan hati dan
cinta Mak Hanafi, termasuk mendatangi Mbah Juling, dukun yang terkenal dengan
ilmu-ilmu hitam, terutama yang berkaitan dengan permasalahan kegagalan
cinta.Sebenarnya, tragedi pembakaran ini adalah puncak dari semuanya. Adalah
sebuah kunjungan mencurigakan yang menjadi awal mula. Tak seperti biasa, di
pengujung petang pada hari itu, Hosni Mubaroq, tidak langsung membawa dongfeng
menyeberang ke kota. Dari dermaga, ia datang bertamu ke rumah Mak Hanafi. Tentu
bukan pemandangan biasa itu. Meski sejak kedatangan pertama itu Hanafi sudah
mengetahui ada gelagat tidak baik yang ditunjukkan oleh Hosni Mubaroq, Mak
justru tidak memunculkan pikiran curiga.
Baru
pada kunjungan kedua kali, Mak Hanafi mulai menaruh curiga setelah mengetahui
Hosni Mubaroq datang tidak dengan tangan yang hampa. Ia membawa sekarung beras
lima kilo, sebungkus gula, dan sebungkus kopi, serta selembar baju Sanghai
bermotif bunga-bunga cantik. Sebagai janda beranak satu yang rentan menjadi
gunjingan orang pulau, Mak Hanafi dengan tegas menolak pemberian itu hingga
pemberian-pemberian selanjutnya yang semakin hari semakin mewah saja,
sampai-sampai amarah Mak Hanafi memuncak hingga berujung pada pengusiran dengan
sebilah golok di tangan. Betapa girang Hanafi melihat Hosni Mubaroq lari
terbirit-birit. Ia pun bangga memiliki seorang Mak yang berprinsip teguh,
sanggup mempertahankan cinta hanya pada seorang lelaki, dan menutup rapat-rapat
kemungkinan celah yang bisa dimasuki laki-laki lain, meski dengan cara yang
termasuk berlebihan sekalipun, dalam hitung-hitungan jika itu dilakukan oleh
seorang perempuan.Namun, sebuah kunjungan paling mencurigakan pada suatu petang
yang lain, ditanggapi dengan begitu berbeda oleh Mak Hanafi. Dengan jelas,
bocah Hanafi bisa melihat, Mak sama sekali tak merasa terganggu mengetahui
Hosni Mubaroq yang ada di depan pintu. Dengan senyuman paling aneh yang pern terpampang
di wajahnya, Mak Hanafi mempersilakan lelaki itu masuk dan membuatkan segelas
kopi manis serta menerima dengan suka cita semua oleh-oleh yang diberikan oleh
Hosni Mubaroq untuknya.Melihat kejadian paling aneh itu, Hanafi tak bisa
berpikir jernih. Ia tidak segera bisa menemukan alasan masuk akal mengapa Mak
berubah suka pada Hosni Mubaroq setelah sebelumnya berhasrat membunuh lelaki
yang berencana ingin mengusik kemurnian cinta itu.
Terhitung
lama, Hanafi mencoba menemukan sebab, mengapa Mak semakin lengket saja dengan
Hosni Mubaroq. Sampai pada suatu pagi, bermaksud meminta sangu jajan untuk di
sekolahan, bocah Hanafi justru menemukan Hosni Mubaroq dan Mak masih tertidur
pulas dalam satu selimut di atas ranjang. Hatinya hancur melihat pemandangan
menyakitkan itu. Hari itulah bocah Hanafi memutuskan berhenti sekolah.
Menanggapi itu, Mak tak ambil pusing. Ini pula yang membuat Hanafi semakin
tersiksa.Tak berselang lama, Hanafi mendapatkan jawaban atas keanehan-keanehan
yang menimpa Mak akhir-akhir ini. Melalui desas desus penuh aroma dan warna, Hanafi
mendengar cerita mengenai adanya sihir cinta yang dikirim Hosni Mubaroq melalui
jasa Mbah Juling. Karena tak begitu yakin dengan kebenaran desas desus itu,
Hanafi menemui Mbah Juling dan segera menemukan kebenaran dari mulutnya bahwa
memang Hosni Mubaroq telah meminta jasanya untuk menundukkan hati dan cinta Mak
Hanafi. Detik itulah Hanafi tahu semata, bahwa seorang laki-laki telah merusak
Mak. Sebagai pengganti bapaknya yang sudah tiada, Hanafi merasa wajib
menyelamatkan Mak dari cengkeraman lelaki iblis itu. Mulailah ia dalam
petualangan mencari cara untuk membuat Hosni Mubaroq tak lagi ada di sekitar
mereka.
Mula-mula,
ia selalu mengajak empat orang teman sepermainan dalam melakukan aksi-aksi
jahil dengan misi membuat jera Hosni Mubaroq. Kali pertama, mereka segera
mempersiapkan ketapel sebagai senjata andalan ketika melihat Hosni Mubaroq
sudah mendekati kediaman mereka. Dari balik belukar bambu, masing-masing mereka
membidikkan biji-biji rambutan sebagai peluru. Dalam sekali tarikan lewat
aba-aba Hanafi, meluncurlah lima biji rambutan yang langsung saja mengenai
badan tambun milik Hosni Mubaroq. Hosni Mubaroq tentu kesakitan. Karena
serangan biji-biji rambutan itu tak henti-henti, ia tak jadi memastikan siapa
yang berada di belukar bambu, yang usil mengarahkan biji-biji rambutan itu. Ia
memutuskan untuk lari terbirit-birit, segera kembali ke kapal dongfeng.
Tak bisa tidak, Hanafi dan kawan-kawan girang seketika itu juga, terbuai dalam
aroma kemenangan, telah berhasil mengusir Hosni Mubaroq.Aksi itu terus mereka
lakukan selama beberapa hari kemudian, namun di beberapa hari lanjutannya,
sepertinya Hosni Mubaroq sudah kebal dengan serangan biji-biji rambutan. Ia
tetap melintas di jalan setapak depan belukar bambu itu hingga mencapai
kediaman Mak Hanafi meski serangan biji rambutan terus bertubi-tubi. Rupanya,
ia lari terbiritbirit kembali ke dongfeng pada hari pertama hanyalah
sebagai pengaruh keterkejutan semata.Selanjutnya, karena biji rambutan seperti
tak lagi mempan, Hanafi dan kawan-kawannya memutuskan untuk mengganti peluru
mereka dengan kerikil-kerikil tajam pada hari lain. Ketika sebuah kerikil tajam
membuat bocor jidat Hosni Mubaroq dan menyebabkan darah mengucur deras keluar
dari situ, Hosni Mubaroq tak lagi bisa menahan. Ia berlari geram menuju belukar
bambu, bermaksud menangkap siapa yang melakukan aksi brutal itu. Bocah-bocah
itu berlari berhamburan dan dalam hitungan tak berapa lama, Hosni Mubaroq bisa
meraih salah satu dari mereka. Tak disangka, itu adalah Hanafi. Dan Hosni
Mubaroq bukannya tidak tahu siapa dia. Kemuliaan sikapnya dengan tidak
menyalahkan Hanafi, melepaskannya pergi dan tidak melaporkan aksi itu kepada
Mak Hanafi adalah taktik setan belaka. Tentu Hanafi tahu, itu dimaksudkan Hosni
Mubaroq tidak lain dan tidak bukan supaya Hanafi luluh hatinya dan mau
mengaggap Hosni Mubaroq layak sebagai pengganti ayahnya. Tapi, tetap saja,
semua itu tak ada pengaruhnya pada bocah Hanafi. Hanafi abadi dalam kebencian
pada Hosni Mubaroq dan tak akan berhenti menemukan cara bagaimana mengusirnya.
Dalam
rangkaian kunjungan pada hari yang lain, Hosni Mubaroq tak datang waktu petang.
Namun, ia datang kala malam, usai mengantarkan ikan ke seberang. Pada malam
yang bergerimis itu, Hanafi dan kawan-kawannya telah mempersiapkan aksi yang
lain untuk mengganggu Hosni Mubaroq. Mereka menyiapkan selembar kain putih
panjang dan memberinya kerangka ranting sehingga jika dipampang di atas pohon
akan terlihat sebagai sosok hantu putih, jenis hantu yang paling ditakuti di
pulau nelayan itu. Sebagaimana yang mereka harapkan, ketika melihat itu, Hosni
Mubaroq yang berjalan seorang diri menuju ke rumah Mak Hanafi memang ketakutan
setengah mati. Ia langsung berlari sambil berteriak meski teriakannya tak
didengar oleh siapa pun, karena pulau nelayan memang sedang sunyi, karena kaum
lelakinya sedang melaut pada musim banyak ikan. Sesuatu yang kemudian menimpa
Hosni Mubaroq itu memang memberikan sensasi kesenangan pada Hanafi dan
kawan-kawan. Namun, mereka tak pernah mengira yang terjadi kemudian, yakni
ketika Hosni Mubaroq datang kembali ke lokasi tergantungnya sosok hantu putih
buatan. Kali ini Hosni Mubaroq berlindung di belakang Mak Hanafi. Mengira-ngira
kalau itu pasti ulah jahil si bocah Hanafi, Mak Hanafi percaya utuh bahwa apa
yang dilakukan oleh anaknya pada Hosni Mubaroq sampai saat itu, tak lagi bisa
ditoleransi. Mak Hanafi pun murka dan meneriaki Hanafi yang tetap bersembunyi
di dalam belukar bersama kawan-kawan.Teriakan Mak memang sangat menyakitkan. Ia
katakan bahwa ia tahu semua itu adalah ulah Hanafi. Ia juga mengatakan apa pun
dan bagaimana pun upaya yang dilakukan oleh Hanafi untuk menghalangi, dia dan
Hosni Mubaroq akan tetap menjalin hubungan cinta suka sama suka, sehidup
semati. Ia pun menegaskan, demi mempertahankan Hosni Mubaroq, ia rela
kehilangan Hanafi sebagai anaknya.Bocah Hanafi tak mampu membendung tumpahan
air matanya mendengar itu. Sepeninggalan Mak dan Hosni Mubaroq serta
kawan-kawan yang tak sanggup menenangkan, Hanafi tetap tinggal di dalam
belukar, sehari semalam hingga petang pada hari berikutnya, dilanda kegalauan,
kesedihan yang bercampur kegetiran. Meski demikian, otaknya terus berjalan
menemukan cara untuk mengakhiri semua kerusakan yang telah menghampiri
kehidupanya bersama Mak. Dalam hatinya, ia pun yakin, ayahnya yang sudah berada
jauh entah di mana juga mendukung upaya terakhir sebagai pemungkas misinya
menyelamatkan Mak dari cengkeraman Hosni Mubaroq.Petang itu juga ia bergegas
membawa dua botol bensin dan sekotak korek api. Dua botol bensin itu ia berikan
sumbat dari kain dan ia langsung melangkah mantap menuju dermaga.
Setiba di dermaga, ia tidak langsung
menuju ke dongfeng Hosni Mubaroq sebab lelaki itu belum terlihat ada di
dalam dongfeng miliknya. Sejenak kemudian barulah matanya menangkap
lelaki itu datang, tampaknya sehabis berbelanja dari warung kelontong Koh Jun
dengan membawa sekantong makanan dan sebotol topi miring. Setelah yakin
Hosni Mubaroq sudah masuk dalam dongfeng-nya, dan memastikan tak ada
orang lain di dermaga petang itu, Hanafi langsung mendekat dan melemparkan dua
botol bensin yang sudah disulutnya itu.Blep!!! Api langsung menjalar melahap dongfeng
itu. Api semakin mejadi-jadi sebab ada begitu banyak angin. Sehabis itu, Hanafi
langsung berlari lagi, masuk ke dalam belukar, memperhatikan dari kejauhan.
Tak ada reaksi sama sekali dari
dalam kapal. Itu membuatnya senang. Hosni Mubaroq pasti tak lagi berdaya dan
dengan begitu, misinya menyelamatkan Mak sudah berhasil ia rampungkan. Beberapa
lama setelah itu, barulah ia melihat orang-orang pulau mulai berdatangan panik,
melakukan cara apa pun demi mengakhiri amukan api yang menggila pada dongfeng
Hosni Mubaroq. Hanafi bergegas pergi dengan maksud mengaburkan keberadaannya di
sana.Ia terus berlari, tak sabar untuk segera mendapati Mak sebab tiba-tiba
saja ia merasakan rindu yang teramat pada perempuan itu.
Posting Komentar untuk "Rindu di Penghujung Petang"