Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SISWA DENGAN GANGGUAN TUNANETRA

 

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK LUAR BIASA

SISWA DENGAN GANGGUAN TUNANETRA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan anak luar biasa

            Dosen pengampu: Dr.Drs.H.Muhammad Idrus,S.Psi.,M.Pd.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh :

Nur Rohman (12422046)

Tuti Alawiyah (12422062)

Sinta Aji Setyani (12422054)

 

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2014

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan hambanya dalam berbagai bentuk fisik, sifat, perilaku dan sikap, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua sehingga makalah sekaligus observasi yang dilakukan di SLB WIYATA DARMA 3 NGAGLIK dapat kami selesaikan dengan tepat waktu, yang berjudul “Anak Dengan Gangguan  Penglihatan (Tunanetra)’’.

Makalah ini berisikan informasi tentang pengertian tunanetra, penyebab terjadinya tunanetra, karakteristik tunanetra serta hasil observasi yang kami lakukan di SLB WIYATA DARMA 3 NGAGLIK. Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat mondorong dan memotivasi kita untuk lebih maju dan lebih baik lagi, marilah kita selalu bersyukur dan menerima apapun keadaan kita serta selalu istiqomah dalam menjalankan segala aktifitas.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih banyak kekurangan serta kejanggalan oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini lebih sempurna.

 

 

Yogyakarta,    November  2014

 

Penyusun

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Dalam realita kehidupan, manusia yang normal akan hidup bersama dalam artian akan melangsungkan pernikahan yaitu dengan memilih pasangan hidup. Salah satu tujuan orang untuk menikah adalah mempunyai seorang anak untuk melengkapi kehidupan dalam berumah tangga. Anak adalah karunia terbesar yang diberikan Tuhan Sang Maha penguasa dan Maha Pencipta kepada kita umat manusia.

Semua orang tua pastinya menginginkan anaknya terlahir secara normal, baik normal secara fisik maupun normal secara psikis.Namun keinginan tersebut hanyalah sekedar keinginan saja, karena pada kenyataannya tak jarang anak terlahir dalam kondisi tak normal baik secara fisik maupun secara psikis.Tapi bagaimana pun, mereka adalah seorang anak yang juga tidak ingin dilahirkan sebagai anak cacat.Kita sebagai orang tua, mau tidak mau harus menerimanya dengan ikhlas meskipun sangat sulit untuk mengikhlaskannya.

Kita harus memahami apa yang mereka butuhkan karena tidak semua kegiatan dapat mereka lakukan, dan kita yang mempunya fisik yang normal hendaknyalah membantu dan membimbing mereka. Kita juga harus mendidik mereka agar mereka tumbuh tidak sebagai anak yang cacat, melainkan seperti kebanyakan anak lainnya yang tumbuh berbeda, meskipun pada kenyataanya berlainan. Seperti hal nya yang diatur dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : “Tiap-tiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran“, jelas disitu tertuang bahwa tidak ada kata diskriminasi dalam proses pembelajaran, baik mereka anak normal maupun anak berkebutuhan khusus.

Mata sebagai indra penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, sebab sepanjang waktu salama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk beraktivitas, disamping indra sensori lainnya seperti pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari pancaindra yang sangat penting, maka dengan terganggunya indra penglihatan seseorang berarti ia akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik yang ada di lingkungannya.

Kehadiran anak tunanetra tidak mengenal sekat suku bangsa, agama, golongan, rasa tau status.Mereka hadir tanpa harus memberikan tanda-tanda khusus sebagaimana layaknya fenomena alam lainnya. Menyikapi keadaan tersebut, sebaiknya tidak perlu mempersoalkan perihal ia hadir dengan ketebatasan fungsi penglihatannya, tetapi perlu dipikirkan bantuan apa yang dapat kita berikan agar mereka dapat menerima keadaan ketunanetraannya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan tuna netra ?

2.      Apa penyebab tunanetra?

3.      Apa saja karakteristik tuna netra ?

4.    Bagaimana hasil observasi yang anda lakukan disekolah Anak luar biasa?

 

C.    Tujuan

1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anak Tunanetra

2.    Untuk mengetahui penyebab anak tunanetra

3.    Untuk mengetahui karakteristik anak tunanetra

4.    Untuk mengetahu seperti hasil observasi dari anak tunanetra

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

I.            Pengertiana Anak Tunanetra

Menurut Pertuni (persatuan tunanetra indonesia) tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisah penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kacamata (kurang awas).Pertuni (persatuan tunanetra indonesia) yang berkedudukan di jakarta. Sala satu wadah institusi ormas, yang mengakfokasi hak- hak tunanetra dalam kehidupan dan penghidupan dalam masyarakat.Baik dari segi hukum, HAM (hak asasi manusia) dan pendidikan.Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tunanetra yaitu orang yang kehilangan penglihatan sedemikian rupa, sehingga seseorang itu sukar atau tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan dengan metode yang biasanya dipergunakan disekolah biasa.

Ukuran ketajaman penglihatan dalam ilmu medis diperoleh melalui tes dengan menggunakan kartu snellen. Kartu snellen ada 3 macam : yaitu kartu bentuk E, bentuk Abjad, bentuk gambar-gambar. Bentuk gambar-gambar dianggap kurang efektif karena tidak semua gambar dikenal oleh anak-anak. Anak-anak dengan hambatan penglihatan adalah anak-anak yang kurang beruntung dalam memfungsikan indra penglihatannya, namun bukan berarti mereka tidak memiliki hak dan kurang beruntung dalam belajar, bermain dan berinteraksi sosial dengan masyarakat lainnya. Mereka mempunyai hak dan kesempatan serta kesetaraan hak yang sama dengan anak yang lainnya, hanya saja mereka memerlukan pelayan yang khusus untuk aktivitas dalam keseharian mereka. Salah satunya mereka membutuhkan pendidikan orientasi mobilitas untuk bisa mengenali wilayah suatu tempat dan berpindah atau bergerak dari tempat dia berada ketempat yang ingin dituju serta dapat berinteraksi dengan objek-objek sekitar.Anak  tunanetra dalam pendidikan tidak saja mempergunakan metode khusus, melainkan juga alat-alat bantu khusus, yang digunakan untuk membaca dan menulis. Ada anak tunanetra yang sama sekali tidak ada penglihatan, anak semacam ini biasanya disebut buta total. Disamping buta total, masih ada juga anak yang mempunyai sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca dan menulis huruf biasa.

Istilah buta ini mencakup pengertian yang sama dengan istilah tunanetra atau istilah asingnya blind. Istilah buta yang sering digunakan masyarakat umum hendaknya tidak digunakan untuk sebutan atau panggilan terhadap orang yang memiliki kelainan penglihatan, tetapi hanya digunakan dalam pengelompokan untuk keperluan layanan pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan penglihatan. Klasifikasi Tunanetra dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a.       Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan

Tingkat ketajaman penglihatan yang dihasilkan dari tes Snellen, dapat dikelompokan menjadi berbagai tingkatan.Hasil tes Snellen 20/20 feet atau 6/6 meter menunjukan bahwa penglihatannya normal. Gangguan penglihatan yang ringan atau yang mempunyai ketajaman antara 6/6 meter - 6/16 m atau 20/20 feet -20/50 feet, tidak dikelompokkan pada tunanetra atau bahkan masih dapat dikatakan normal sedangkan yang mengalami gangguan penglihatan yang cukup berat atau kurang dari 6/20m atau 20/70 feet, sudah dikategorikan tunanetra. Dengan demikian, klasifikasi tunanetra berdasarkan ketajaman penglihatan dapat dikemukakan sebagai berikut:

·         Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20 m - 6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet. Tingkat ketajaman penglihatan seperti ini pada umumnya dikatakan tunanetra (low vision). Pada taraf ini, para penderita masih mampu melihat dengan bantuan alat khusus.

·         Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m atau 20/200 feet atau kurang.Tingkat ketajaman seperti ini sudah dikatakan tunanetra berat atau secara umum dapat dikatakan buta (bind). Kelompok ini masih dapat terbagi menjadi dua yaitu kelompok tunanetra yang masih dapat melihat gerakan tangan. Dan Kelompok tunanetra yang hanya dapat membedakan terang dan gelap.

·         Tunanetra yang memiliki visus 0. Pada taraf yang terakhir ini, anak sudah tidak mampu lagi melihat rangsangan cahaya atau dapat dikatakan tidak dapat melihat apapun. Kelompok ini sering disebut buta total (totally blind).

 

b.      Berdasarkan Saat Terjadinya Ketunanetraan

·         Tunanetra sebelum dan sejak lahir. Kelompok ini terdiri dari orang yang mengalami ketunanetraan pada saat dalam kandungan atau sebelum usia satu tahun.

·         Tunanetra batita. Yaitu orang yang mengalami ketunanetraan pada saat ia berusia dibawah tiga tahun.

·         Tunanetra balita. Yaitu orang yang mengalami ketunanetraan pada saat ia berusia antara 3-5 tahun.

·         Tunanetra pada usia sekolah. Kelompok ini meliputi anak yang mengalami ketunanetraan pada usia anak 6 -12 tahun.

·         Tunanetra remaja. Adalah orang yang mengalami ketunanetraan pada saat usia remaja atau antara usia 13-19 tahun.

·         Tunanetra dewasa. Yaitu orang yang mengalami ketunanetraan pada usia dewasa atau usia 19 tahun keatas.

 

c.       Berdasarkan Adaptasi Pendidikan

Klasifikasi tunanetra ini tidak didasarkan pada hasil tes ketajaman tetapi didasarkan adaptasi/penyesuaian pendidikan khusus yang sangat penting dalam membantu mereka belajar atau diperlukan dalam menentukan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya. Klasifikasi ini dikemukakan oleh Kirk, yaitu sebagai berikut:

·         Ketidakmampuan melihat taraf sedang

·         Ketidakmampuan melihat taraf berat

·         Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat

Dapat disimpulkan orang tunanetra belum tentu buta, sedangkan orang buta sudah pasti tunanetra, kebutaan merupakan tingkat ketunanetraan yang paling berat. Terdapat sejenis konsensus internasional untuk menggunakan dua jenis definisi sehubungan dengan kelainan penglihatan yaitu definisi secara legal (legally definition) adalah definisi atau batasan tentang ketunanetraan yang didasarkan pada hasil pengukuran ketajaman penglihatan (visus : index pengukuran ketajaman penglihatan), yang biasa dilakukan oleh tenaga medis. Sehingga definisi ini juga disebut dengan definisi klinis atau medik.Dikatakan legal karena sering dijadikan persyaratan untuk menentukan seseorang dikatagorikan sebagai tunanetra atau tidak. Sedangkan dalam definisi pendidikan adalah didasarkan pada cara atau strategi pembelajaran yang mungkin dapat diberikan kepada mereka sesuai dengan sisa kemampuan penglihatan yang dimilikinya. Definisi ini biasa digunakan dalam dunia pendidikan. Berikut ini adalah definisi tentang tunanetra yang berdasarkan dari dua aspek diatas yaitu definisi legal dan definisi pendidikan :

·           Definisi tunanetra secara legal adalah mereka yang memiliki ketajaman penglihatan mulai dari 20/70 feet hingga buta total serta luas pandang mereka yang sedemikian sempit terhadap suatu luas bidang wilayah yang tidak lebih dari 20 derajat, maka mereka itu juga dapat dikatagorikan dalam tunanetra. Sementara definisi tunanetra secara pendidikan adalah mereka yang mengalami gangguan hambatan penglihatan yang signifikan (berarti) sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.

·           Definisi yang didasarkan pada pendidikan dikemukakan oleh Barraga (1983) bahwa anak yang mengalami ketidakmampuan melihat adalah anak yang mempunyai gangguan atau kerusakan dalam penglihatannya. Sehingga menghambat prestasi belajar secara optimal, kecuali jika dilakukan penyesuaian dalam metode-metode penyajian pengalaman belajar, sifat-sifat bahan yang digunakan, dan atau lingkungan belajar.

 

Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi tunanetra secara legal sudah merupakan aturan yang sah untuk menentukan seseorang tergolong tunanetra atau tidak, seperti yang dikemukakan diatas. Namun definisi tunanetra dalam pendidikan ialah mereka yang memiliki hambatan penglihatan secara signifikan (berarti) walaupun telah dikoreksi atau diobati dengan penggunaan kacamata namun tetap masih memiliki penglihatan yang kurang baik dari anak normal, yang kemudian terbagi menjadi beberapa tingkatan menjadi low vision (kurang lihat) dan blind (buta), sehingga mereka membutuhkan dan memerlukan pelayan pendidikan yang khusus dalam pembelajaran untuk mengoptimalkan kemampuan prestasi belajar mereka dalam pendidikannya di sekolah. Berikut penjelasannya

·           Kurang Lihat (Low Vision)

Faye dalam samuel A.Kirk (1989 : 348) mendefinisikan orang yang kurang lihat (low vision) sebagai orang yang meskipun sudah diperbaiki penglihatannya namun masih lebih randah atau kurang dari normal tetapi penglihatanya dapat dipergunakan secara berarti. Namun jika penglihatannya masih dapat diperbaiki, dikoreksi, diobati dengan kacamata yang tepat seperti myopia dan hypermetropia lalu bisa mengikuti pendidikan seperti anak yang lainnya dan bisa melihat seperti anak normal pada jarak yang normal maka secara umum tidak dikelompokan dalam tunanetra. De Mott (1982  : 272) mendefinisikan orang yang kurang lihat adalah mereka yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan sentral antara 20/70 dan 20/200 feet, maka membutuhkan bantuan khusus atau modifikasi materi atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikannya di sekolah

·           Buta (Blind)

Barraga dalam Samuel A.Kirk (1989 : 343) mengemukakan bahwa orang uang buta memiliki persepsi sinar tanpa proyeksi(yang berarti mereka merasakan adanya sinar tetapi tidak mampu untuk memproyeksi atau mengidentifikasi sumber sinarnya) atau sama sekali tidak memiliki persepsi sinar. De Mott (1982 : 272) mengemukakan bahwa istilah buta, diberikan kepada orang yang sama sekali tidak memiliki penglihatan atau yang hanya memiliki persepsi cahaya. Siswa yang buta akan diajarkan braile, maka membutuhkan bantuan khusus atau modifikasi materi atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikannya disekolah. Geraldine T.Scholl (1986 : 26) mengemukakan bahwa orang yang memiliki kebutaan menurut hukum (legal blindness) apabila ketajaman penglihatan sentralnya 20/200 feet atau kurang pada penglihatan terbaiknya. setelah dikoreksi dengan kacamata atau ketajaman penglihatan sentralnya lebih buruk dari 20/200 feet, serta ada kerusakan pada lantang pandangnya membentuk sudut yang tidak lebih besar dari 20 derajat pada mata terbaiknya.

 

II.            Penyebab Terjadinya Ketunanetraan

Penyebab terjadinya tunanetra pada dasarnya sangat beraneka ragam, bak itu dari pre-natal (sebelum kelahiran) dan post-natal (setelah kelahiran).

a.       Prenatal

Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:

1.      Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.

2.      Pertumbuhan anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh:

Ø  Gangguan waktu ibu hamil.

Ø  Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.

Ø  Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.

Ø  Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.

Ø  Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.

 

b.      Postnatal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain :

F Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.

F Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.

F Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

a.       Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.

b.      Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.

c.       Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.

d.      Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

e.       Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.

f.       Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.

g.      Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.

F Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.

 

III.            Karakteristik Anak   Tunanetra

Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra atau anak dengan hendaya penglihatan, perkembangannya berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, tidak hanya dari sisi penghlihatan tetapi juga dari hal lain. Bagi peserta didik yang memiliki sedikit atau tidak melihat sama sekali, jelas ia harus mempelajari lingkungan sekitarnya dengan menyentuh dan merasakannya. Perilaku untuk mengetahui objek dnegan cara mendengarkan suara dari objek yang akan diraih adalah perilakunya dalam perkembangan motorik. Sedangkan perilaku menekan dan suka menepuk mata dengan jari, kemudian menarik kedepan dan ke belakang, menggosok dan memutarkan serta menatap cahaya sinar merupakan perilaku dengan anak hendaya penglihatan.Hal ini sering dilakukannya guna mengurangi tingkat stimulasi sensor dalam melihat dunia luar.Untuk dapat merasakan perbedaan dari setiap objek yang dipegangnya, anak dengan hendaya penglihatan selalu menggunakan indera sensorik.Anak dengan hendaya penglihatan sangan sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguasai dunia presepsi.

Mengenai perkembangan kognitif anak dengan hendaya penglihatan menurut Lowenfeld (1948), terdapat tiga hal yang berpengaruh buruk terhadap perkembangan kognitifnya, antara lain sebagai berikut.

1.      Jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik dengan hendaya penglihatan. Kemampuan ini terbatas karena mereka mempunyai perasaan yang tidak sama dengan anak yang mampu melihat.

2.      Kemampuan yang telah diperoleh akan berkurang dan berpengaruh terhadap pengalamannya terhadap lingkungan.

3.      Peserta didik dengan hendaya penglihatan tidak memiliki kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri, seperti hal yang dilakukan oleh anak awas.

Perkembangan komunikasi peserta didik dengan hendaya penglihatan pada umumnya sangat berbeda dengan perkembangan komunikasi anak dengan hendaya penglihatan, antara lain sebagai berikut:

a.       Bahasa akan sangat berguna bagi anak dengan hendaya penglihatan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dilingkungannya, dan akhirnya orang lain mampu berbicara dengannya.

b.      Peserta didik dengan hendaya penglihatan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan anak awas untuk mengucapkan kata pertama, walaupun susunan kata yang diucapkan sama dengan anak awas.

c.       Peserta didik dengan hendaya penglihatan mulai mengombinasikan kata-kata ketika perbendaharaan katanya mencakup sekitar 50 kata, dan menggunakan kata yang ia miliki untuk berbicara tentang kegiatan dirinya pada kegiatan orang lain.

d.      Secara umum peserta didik dengan hendaya penglihatan memiliki kesulitan dalam menggunakan dan memahami kata ganti orang, sering tertukar antara “saya”dengan”kamu”.

Dalam perkembangan sosialnya, peserta didik dengan hendaya penglihatan melakukan interaksi terhadap lingkungannya dengan cara menyentuh dan mendengar objeknya. Hal tersebut dilakukan karena tidak ada kontak mata, penampilan ekspresi wajah yang kurang, dan kurangnya pemahaman tentang lingkungannya sehingga interaksi tersebut kurang menarik bagi lawannya (Lewis,V., 2003:32-59).

Istilah-istilah umum yang dipakai dalam dunia pendidikan pada saat ini terhadap anak yang mengalami hendaya penglihatan yaitu child who is totally blind, visually impairment, dan child who is low vision atau partially sight.Ini menandakan bahwa anak dengan hendaya penglihatan adalah “anak-anak yang mempunyai kemampuan lain”. Kemampuan lain disini berarti mengacu pada kemampuan merasakan objek melalui ujung jari-jarinya sebagai pengganti indera penglihatan

            Inteligensi anak dengan hendaya penglihatan secara umum tidak mengalami hambatan yang berarti. Samuel P. Hayes (1950 dalam Hallahan, 1987:294) menyatakan bahwa “kemampuan inteligensi anak dengan hendaya penglihatan secara otomatis menjadikan diri mereka mempunyai intelegensi yang rendah”.

            Tujuan diberikannya program yang menitikberatkan pada orientasi mobilitas kepada anak dengan hendaya penglihatan antara lain sebagai berikut.

1.      Agar dapat meningkatkan kemampuan refleks bersyarat (condition reflex), sehingga proses kemampuan gerak dapat terintegratif melalui proses pembelajaran. Refleks bersyarat muncul sejak seseorang dilahirkan dan berkembang setelah mengalami latiihan-latihan dan koreksi secara terus-menerus dalam kurun waktu yang lama.

2.      Agar perkembangan gerak dan pertumbuhan anak dengan hendaya penglihatan sejalan dengan kemampuan dominan yang telah dimilikinya. Misalnya kemampuan taktil, daya ingat yang tinggi, dan inteligensi yang cukup tinggi dibandingkan dengan anak dengan kebutuhan khusus lainnya.

3.      Agar lebih mendorong kemampuan persepsi sensomotorik (sensomotoric perceptual function).

4.      Dapat membantu kelancaran proses pembelajaran dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya.

5.      Dapat membantu anak dengan hendaya penglihatan untuk mampu melampaui masa transisi dari kehidupan lingkungan sekolah ke arah lingkungan masyarakat secara sekses.

Proses penyesuaian diri dengan anak hendaya penglihatan lebih ditujukan pada kepercayaan diri sendiri agar mampu melakukan kegiatan-kegiatan lingkungannya. Percaya diri ini akan memunculkan harga diri dan perasaan diterima oleh orang-orang disekitarnya. Harga diri menyangkut perasaan bahwa dirinya cukup dihargai, mempunyai kemampuan, dan diperlukan oleh masyarakat sekitarnya.Harga diri dapat muncul disebabkan adanya faktor internal dan eksternal.Faktor internal menyangkut persepsi diri, kemampuan membela diri, merasa dirinya bernilai, dan kemampuan beraspirasi dalam pergaulan hidup. Faktor eksternal secara khusus diarahkan oleh adanya reaksi positif orang lain yang ada disekitarnya terjhadap perilaku diri mereka (Ponchillia, P.E. dan Ponchillia, S.,V., 1996:81).

IV.            Hasil Observasi

Nama Kepala Sekolah:Ibu Ani

Nama Guru Pengajar Anak Tunanetra : Sapto Wibawa S.Ag

Nama anak yang diteliti berjumlah 2 orang:

1.      Wahyu Rizki

2.      Yasmin

       Hasil penelitian, Anak yang bernama Wahyu Rizki mengalami cacat sejak lahir dan dia mengalami buta total, Wahyu ini pelajarannya setara dengan anak SD, namun cara pemahaman wahyu terbilang lebih lambat apabila dibandingkan dengan anak yang normal akan tetapi wahyu memiliki kelebihan yaitu dengan bermain piano dan menghafal Al-qur’an. Wahyu selalu mengikuti setiap perlombaan yang diadakan, wahyu selalu semangat untuk berjuang mendapatkan hasil yang maksimal dan disetiap ajang perlombaan Wahyu tidak pernah ketinggalan bahkan sampai ketingkat DIY ( daerah istimewa Yogyakarta).

Metode Pemebelajaran yang diterapkan yaitu:

1.      Menggunakan Audio

2.      Guru pembibing menjelaskan materi tersebut dengan perlahan-lahan dengan cara lisan dan kemudian diperagakan dengan menggunakan alat peraga, misalnya untuk mengenali seekor ayam, langkah pertama yang dilakukan oleh guru pembibing yaitu dengan cara memutar rekaman suara ayam kemudian guru tersebut langsung mempraktekan dengan miniature ayam yang terbuat dari tanah ataupun dari plastic

Yasmin (SD KELAS 3) tidak mengalami buta total dia masih bisa melihat warna yang terang saja, jadi dia hanya melukis, dan yasmin ini sangat suka mmenari, yasmin mengalami tunanetra karena dulu pernah mengalami polio akhirnya menjadi buta yang hanya bisa melihat warna yang terang saja. Sementara dengan Yasmin cara belajarnya sama, hanya saja perbedaan mereka yaitu kalau yasmin lowmotion.

      Berikut ini adalah dokumentasi kegiatan belajar mengajar :

a.       Kegiatan Wahyu Rizki sebelum belajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                               

b.      Proses belajar mengajar Wahyu Rizki

 

c.       Persiapan sebelum pulang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

d.      Kepala sekolah menjelaskan prestasi yang telah diraih oleh Wahyu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

e.       foto bersama

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Menurut Pertuni (persatuan tunanetra indonesia) tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisah penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kacamata (kurang awas).Pertuni (persatuan tunanetra indonesia) yang berkedudukan di jakarta. Sala satu wadah institusi ormas, yang mengakfokasi hak- hak tunanetra dalam kehidupan dan penghidupan dalam masyarakat.Baik dari segi hukum, HAM (hak asasi manusia) dan pendidikan.Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tunanetra yaitu orang yang kehilangan penglihatan sedemikian rupa, sehingga seseorang itu sukar atau tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan dengan metode yang biasanya dipergunakan disekolah biasa.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Delphie Bandi, (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Retika Aditama

Efendi Mohammad, (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara

http://netra-indonesia.blogspot.com/2013/04/pengertian-tunanetra.html

 

 

Posting Komentar untuk "SISWA DENGAN GANGGUAN TUNANETRA "