TEORI HUMANISTIK ABRAHAM MASLOW
PAPER
TEOORI
HUMANISTIK ABRAHAM MASLOW
Makalah
ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengembangan
Teori Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu: Dr.Suwadi , M.Ag
![]() |
Disusun
oleh:
M Ali
NurKhasan (19204010078)
PASCASARJANA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020
TEORI HUMANISTIK
ABRAHAM MASLOW
A.
Pendahuluan
Teori humanistik merupakan salah satu teori kepribadian yang terkenal di dunia.Salah satu penggagas yang sangat terkenal yauitu Abraham Maslow. Pandangannya mengenai manusia membuka Madzhab Ketiga mengenai kepribadian yang dikenal dengan Psikologi Humanistik. Dan teori yang sangat terkenal yaitu tentang hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Pandangannya mengenai manusia sangatlah positif dan optimis walaupun Abraham Maslow memiliki masa lalu yang sulit dalam kehidupanya.
Psikologi humanistik muncul dengan menghadirkan gagasan mengenai kepribadian
manusia yan berbeda dengan psikologi psikoanalisis dan behviorisme, yakni yang
berupa manusia merupakan makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu
bergerak kearah aktualisasi diri. Teori Kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia definisikan sebagai keinginan untuk mewujudkan
kemampuan diri atau keinginan untuk menjadi apapun yang seseorang mampu untuk
mencapainya.
Aktualisasi
diri
ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan,
hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas,
humoris, dan mandiri—pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus atau
sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk aktualisasi diri pada puncak
hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan
seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini di akui oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari satu persen
orang dewasa yang mencapai aktualisasi diri.
Implikasi
Teori Maslow dalam dunia
pendidikan yaitu untuk belajar. Pentingnya teori kebutuhan Maslow dalam pendidikan terletak dalam
hubungan antara kebutuhan
dasar
dan kebutuhan
tumbuh.
Ketika kebutuhan dasar dari peserta didik terpenuhi dari segi fisiologis sampai
aktualisasi maka siswa akan termotivasi sehingga proses belajar akan berjalan
dengan baik . Sekolah dan lembaga
pemerintahan menyadari bahwa apabila kebutuhan dasar siswa
tidak dipenuhi, belajar akan terganggu.
Di
sekolah, kebutuhan
dasar
paling penting adalah kebutuhan akan kasih sayang dan harga diri. Siswa yang tidak memiliki perasaan bahwa mereka dicintai dan
mereka mampu, kecil kemungkinannya memiliki motivasi belajar yang kuat untuk mencapai perkembangan
ke tingkatnya yang lebih tinggi. Guru
yang berhasil membuat siswa
merasa senang dan membuat mereka merasa diterima dan dihormati sebagai
individu, lebih besar peluangnya untuk membantu mereka menjadi bersemangat
untuk belajar demi pembelajaran dan kesediaan berkorban untuk menjadi kreatif
dan terbuka terhadap ide-ide baru. Apabila siswa dikehendaki menjadi pelajar yang mandiri, mereka harus
yakin bahwa guru akan merespon secara
adil dan konsisten kepada mereka dan bahwa mereka tidak akan ditertawakan atau
dihukum karena murni berbuat kekeliruan.
B.
Penjelasan
Teori Humanistik
1.
Sejarah Singkat Abraham Maslow
Abraham Harold Maslow merupakan tokoh psikologi yang sangat terkenal. Beliau adalah satu-satunya anak laki-laki Yahudi di perkampungan non-Yahudi di pinggiran kota Brooklyn pada tanggal 1 April 1908. Orang tuanya berasal dari imigran Rusia yang tidak berpendidikan baik. Dia anak pertama dari tujuh bersaudara, bapaknya sangat mengaharapkan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak dan mendorongnya supaya sukses dalam bidang akademik di kemudian hari.[1] Begitu remaja ia mulai mengagumi karya para filsuf seperti Alfred North Whitehead, Henri Bergson, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln dan masih banyak lagi. Maslow menghabiskan waktu-waktunya dengan belajar dan bekerja di salah satu perusahaan yang dikelola oleh keluarganya yaitu perusahaan Universal Countainer, Inc. [2]
2. Teori Humanistik dan Aktualisasi Diri
Pada dasarnya kata “humanistik” merupakan suatu istilah yangmempunyai banyak makna sesuai dengan konteksnya. Misalnya,humanistik dalam wacana keagamaan berarti tidak percaya adanya unsur supranatural atau nilai transendental serta keyakinan manusiatentang kemajuan melalui ilmu dan penalaran. Disisi lain humanistik berarti minat terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bersifatketuhanan. Sedangkan humanistik dalam tataran akademik tertuju padapengetahuan tentang budaya manusia, seperti studi-studi klasik mengenaikebudayaan Yunani dan Roma.[3]
Kata humanistik dalam psikologi akhirnya disebut psikologi humanistik muncul pada tahun 1930-an di Amerika. Humanistik berkembang menjadi a third force atau a third powe r atas reaksiterhadap dua aliran psikologi sebelumnya, yaitu psikologi behaviourisme dan psikoanalisa. Psikologi behaviourisme diketahui sebagai aliran yang mempelajari perilaku individu yang diamati dengan tujuan untukmeramalkan dan mengontrol tingkah laku individu tersebut.Sedangkan psikoanalisa yang dikembangkan oleh Freud merupakan satu aliran psikologi yang mencari akar atau sebab tingkah laku manusia dalammotivasi dan konflik yang ada di alam bawah sadar.[4]Pendidikan secara humanistik digambarkan secara inhern mengadopsi dan menerapkan prinsip-prinsip humanistik dalam pengembangan dan prosesnya. Slavin mengemukakan bahwa pendidikan humanistik berarti pendidikan bercorak kemanusiaan.[5]
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hierarki Kebutuhan.[6] Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan gagasan psikologisnya. Setelah perang dunia ke II, Maslow mulai mempertanyakan bagaimana psikolog psikolog sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan pikir manusia.[7]
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hierarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).[8] Adapun hierarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Kebutuhan fisiologis atau dasar (Physiological
needs)
Pada
tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik
(kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh
kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan
ini dinamakan juga kebutuhan dasar
(basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat ekstrem
(misalnya kelaparan)
bisa menyebabkan manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya
sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan
hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar
ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu
kebutuhan akan rasa aman
(safety needs).
b)
Kebutuhan akan rasa aman (Safety and security needs)
Jenis kebutuhan yang kedua ini
berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas
dari rasa takut, cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan
inilah maka manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan
kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic
needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak
terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada
gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.
c)
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi (Affiliationn and acceptance needs)
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif
dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai. Setiap orang ingin
mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Ia
ingin mencintai dan dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh
kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin
punya "akar" dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap orang yang tidak mempunyai
keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti
ini akan menurunkan harga diri orang yang bersangkutan.
d)
Kebutuhan untuk dihargai (Esteem or status needs)
Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif
sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan
harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya
diri, dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan
akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari
orang lain.[9]
Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai
orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk
berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu
aktualisasi diri (self actualization).
e)
Kebutuhan untuk aktualisasi diri (Self Actualization)
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan
yang tidak tersusun secara hierarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai
meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus
asa, tidak punya rasa
humor lagi, keterasingan, mementingkan diri
sendiri, kehilangan selera dan sebagainya.[10]
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist”, Maslow mencoba untuk mengkritik Freud dan Behavioristik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimiliknya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisis Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia. Para pendidika yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan pengajaranya pada pembangunan kemampuan positif .[11]
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.[12]
3.
Kelebihan Teori Humanistik
a.
Pembelajaran dengan teori ini sangat
cocok diterapkan untuk materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini ialah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara tanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang-orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
b.
Teori ini cocok untuk diterapkan dalam
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
c.
Indikator dari keberhasilan aplikasi
ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan
terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
d.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
4.
Kekurangan
Teori Humanistik
a.
Siswa yang tidak mau memahami potensi
dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
b.
Siswa yang tidak aktif dan malas
belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
c.
Karena dalam teori ini
guru ialah sebagai fasilitator maka kurang cocok menerapkan yang pola pikirnya
kurang aktif atau pasif. Karena bagi siswa yang kurnag aktif, dia akan takut
atau malu untuk bertanya pada gurunya sehingga dia akan tertinggal oleh
teman-temannya yang aktif dalam kegiatan pembelajaran, padahal dlaam teori ini
guru akan memberikan respons bila murid yang diajar juga aktif dalam menanggapi
respons yang diberikan oleh guru. Karena siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) maka keberhasilan
proses belajar lebih banyak ditentukan oleh siswa itu sendiri, peran guru dalam
proses pembentukan dan pendewasaan kepribadian siswa menjadi berkurang.[13]
C.
Pengembangan
Teori Humanistik dalam Pendidikan Islam
1.
Aplikasi Teori Humanistik dalam
Pembelajaran PAI
Berikut ini ada beberapa kemungkinan
yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow:
a)
Kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan
manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu
kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, tidur, istirahat, dan udara.
Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi.
Ketika kebutuhan dasar di atas terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan
lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku
manusia. Ada beberapa kegiatan pemenuhan kebutuhan fisiologis dalam
pembelajaran PAI, sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar peserta didik dalam
belajar mata pelajaran PAI harus dilakukan beberapa hal yaitu faktor guru yang
kompeten, materi atau bahan ajar yang menarik, serta metode mengajar yang tidak
monoton, selain itu display ruangan
kelas yang kreatif dengan desain yang unik dan menarik, supaya siswa merasa
nyaman dan betah berada di ruang kelas.
b)
Kebutuhan Akan Rasa Aman
Dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman ini dalam proses
pembelajaran diperlukan kemampuan guru dalam mengelola kelas dan menciptakan
suasana kondusif dan aman saat proses belajar mengajar di dalam kelas. Dalam
pelaksanaan pembelajaran PAI, guru lebih banyak memberikan pujian atau
pemberian reward yang positif supaya anak merasa nyaman dan lebih termotivasi.
Maka dari itu perlu adanya seni dalam mengajar supaya proses pembelajaran
berjalan dengan lancer dan kondusif sesuai dengan karakter peserta didik. Misalnya guru memberikan penguatan verbal dan hadiah
yang menarik bagi siswa yang mampu mengerjakan tugas dengan maksimal. Diharapkan
kebutuhan rasa aman ini akan didapatkan oleh peserta didik, sehingga proses
belajar mengajar dapat berjalan dengan maksimal.
c)
Kebutuhan Untuk Dicintai dan Disayangi
Setelah kebutuhan akan rasa aman terpenuhi, maka kebutuhan
sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya,
cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi peserta didik. Padan
kebutuhan ini peserta didik dimotivasi untuk mempunyai rasa saling memiliki
atas tujuan pembelajaran dan menyatukan ambisi personal dengan ambisi kelompok
(kelas). Antara pengembangan pribadi dan kelas mempunyai hubungan yang hasilnya
dirasakan secara timbal balik. Mengadaptasi teori dalam ranah perilaku
organisasi atau yang dikenal dengan manajemen konflik.
Pada pelaksanaan pembelajaran PAI para guru diharapkan memiliki pribadi yang empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik untuk para siswanya. Dan para guru juga diharapkan bisa memahami potensi yang beragam dari masing-masing siwa. Sehingga kebutuhan rasa kasih sayang siswa terpenuhi. Metode diskusi juga sangat dianjurkan dalam proses belajar supaya para siswa bisa saling memberikan masukan ataupun nasehat yang membangun.
d)
Kebutuhan untuk dihargai
Maslow mencatat bahwa semua orang dalam masyarakat membutuhkan
atau menginginkan penilaian diri yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan
biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Tidak selamanya
nilai dapat memotivasi perilaku siswa dalam proses belajar mengajar. Benar
bahwa nilai adalah salah satu alat motivasi yang kuat, tetapi penggunaannya
harus disesuaikan dengan persepsi siswa. Pada individu tertentu pada saat dan
kondisi tertentu barangkali tidak lagi merasakan uang sebagai penggerak
kinerja.
Pemberian tanggung jawab yang lebih luas kepada peserta
didik terbukti efektif untuk meningkatkan motivasi belajar dan performa yang
lebih baik. Problematikanya, masih banyak pengajar seringkali lupa atau
berpikir banyak untuk memberikan pujian dan pengakuan tulus bagi prestasi
peserta didik, dan sebaliknya tanpa pikir duakali untuk melemparkan kritik atas
pekerjaan buruk peserta didiknya. Dalam hal ini diperlukan kemampuan khusus
seorang pendidik dalam melihat dan merespon perkembangan psikologis peserta
didiknya, termasuk diantaranya memberikan penghargaan pada siswa yang
berprestasi dan memberikan dorongan/bimbingan.
e)
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Menurut Abraham Maslow, setiap orang harus berkembang
sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan
menggunakan kemampuannya disebut sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut
aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan
sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki.[14]
Dan tugas guru pada kebutuhan aktualisasi ini adalah memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk dapat mengaktualisasikan diri peserta didik
masing-masing, supaya kemampuan peserta didik dapat tersalurkan dengan baik.
Langkah-langkah untuk memenuhi kebutuhan ini bisa dilakukan
dengan memberikan tugas kepada siswa untuk mempresentasikan suatu materi dengan
cara masing-masing, seperti dengan ceramah,
menggunakan media pembelajaran, dan lain sebagainya.
2.
Kelebihan
a.
Bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap
fenomenel sosial.
b.
Selalu
mengedepankan akan hal-hal yang bermuara demokratis, partisipatif dialogis dan
humanis
c.
Suasana
pembelajaran yang saling menghargai adanya kebebasan berpendapat kebebasan
mengungkapkan gagasan
d.
Indikator
dari keberhasilan aplikasi ini adalah merasa senang, bergairah, berinsiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir , perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri untuk peserta didik.
3.
Kekurangan
Adapun kekurangan dari teori
humanistic yang diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran adalah proses belajar tidak akan berhasil jika
tidak ada motivasi dan lingkungan yang mendukung. Sehingga teori ini bisa berjalan ketika semua
komponen dalam lembaga pendidikan dapat saling mendukung satu sama lain.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Dalam kaitannya dengan peserta didik, pendekatan humanistik berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) dengan pendekatan yang lebih menekankan pada peserta didik dan pembelajaran bermakna yang dikaitkan dengan pengalaman belajar peserta didik. Abraham Maslow, seorang psikolog humanis, telah mencetuskan teori kebutuhannya dengan aktualisasi diri menjadi puncaknya. Aplikasi dalam pembelajaran PAI didesain sesuai dengan kebutuhan peserta didik dari yang dasar hingga kebutuhan yang paling tinggi dalam kaitannya dengan eksistensi manusia itu sendiri.
Maka dari itu diperlukan model pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan agar peserta didik merasakan kebermaknaan pembelajaran PAI di sekolah yang nantinya dapat langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi teori belajar humanistik ini lebih memfokuskan pada spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik, guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik.
Guru memfasilitasi proses belajar para peserta didik dan mendampinginya untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri, indikator dari keberhasilan penerapan teori humanistik adalah perasaan menyenangkan dan tidak ada tekanan yang dialami peserta didik. Mereka bahkan memiliki inisiatif tersendiri untuk belajar dan mengatualisasikan diri memreka masing-masing.
2. Saran
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin,
2000, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: Grafindo Persada
Goble, Frank G, 1992, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham
Maslow, Yogyakarta: Kanisius
Herpratiwi,
2009, Teori Belajar dan Pembelajaran,Yogyakarta
: Media Akademi
Maslow
, Abraham H, 1986, Farther Reaches of Human Nature, New York: Orbis Book
Maslow ,
Abraham, 2006, On Dominace, Self
Esteen and Self Actualization,Ann Kaplan: Maurice Basset
Roberts,
1975, Four Psychologies Applied to Education,
( New York : Jhon Niley and Sons,
Slavin,
Education Psycology Teory into Practice,
New Jersey: Prentice Hall Engle Wood Cliff
Sarwono, Sarlito W, 2002, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan
Tokoh-tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang,
Sukardjo dan Komarudin, 2009, Landasan Pendidikan Knsep dan Aplikasi,
Jakarta: Rajawali Press
Internet:
https://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow, diakses pada hari Senin, 30 Maret 2020
[2] Frank G. Goble, Madzhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham
Maslow, (Yogyakarta: Kanisius), hlm. 28-29
[3] T.S. Roberts, Four Psychologies Applied to
Education ( New York : Jhon Niley and Sons, 1975), hlm. 296
[4] Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Grafindo Persada, 2000), hlm. 53
[5] R.E. Slavin, Education Psycology Teory into Practice ( New Jersey: Prentice Hall Engle Wood Cliff, tt.), hlm 75.
[6] Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002) hlm. 174-178.
[7] Abraham H. Maslow, Farther Reaches of Human Nature,
(New York: Orbis Book, 1986), hlm. 260-280
[8] Abraham Maslow, On
Dominace, Self Esteen and Self Actualization.,(Ann Kaplan: Maurice Basset,
2006)hlm. 153
[9] Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, ( Jakarta: Bulan Bintang,2002). hlm. 174-178.
[10] Abraham Maslow, On Dominace, Self Esteen and Self Actualization.... 153
[11] Sukardjo dan Komarudin, Landasan Pendidikan Knsep dan Aplikasi, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm, 59
[12] https://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow, diakses pada hari Senin, 30 Maret 2020
[13] Herpratiwi, Teori Belajar dan Pembelajaran,(Yogyakarta : Media Akademi , 2009), hlm.56
[14] Frank G Goble, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm. 77

Posting Komentar untuk "TEORI HUMANISTIK ABRAHAM MASLOW"