Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR`AN

 MAKALAH TAFSIR TARBAWI

Tentang

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR`AN

Dosen pengampu: 

Drs. H. A.F.Djunaidi, M.Pd

 

Di susun oleh:

Kelompok 11

Wahyuningsih (12422068)

Ratri fachrunnisa (12422047)

Kelas: B

     Prodi: PAI


FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDOESIA

2013/2014

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat dan HidayahNYa kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan revisi seluruh bahan perkuliahan tafsir tarbawi. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa bahan yang termuat dalam makalah ini, dalam penulisan bahasa indonesia jauh dari sempurna lengkap.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pengarag-pengarang dari berbagai sumber buku yang telah memudahkan penulis dalam menyusun makalah ini. Mudah-mudahan karya ilmiah kecil yang hanya setetes air di tengah lautan ilmu dan wacana pendidikan di indonesia ini, bermanfaat bagi para penbaca semua. dan penulis tetap menerima kritik, saran, pendapat pandangan serta ide-ide pengayaan yang membangun.


Yogyakarta, 14-05-2014











DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….!

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………!!

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang……………………………………………………………………………!!!

1.2. Rumusan masalah………………………………………………………………………..!!!!

1.3. Tujuan /manfaat………………………………………………………………………….!!!!!

BAB II. PEMBAHASAN

A. DEFINISI WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB………………………………..

B. PENGERTIAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM…………………………

C. KARAKTER YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEORANG PENDIDIK……………

D. PERANG DAN TANGGUNG JAWAB GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM…..

E. OBJEK TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM AL-QUR`AN…………….

BAB III. PENUTUP

1. SIMPULAN…………………………………………………………………………

2. SARAN……………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA





BAB I

PENDAHULUAN


1.1. Latar belakang

Tidak ada agama selain islam, dan tidak ada kitab suci selain al-qur`an yang demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya, dan memuji orang-orang yang menguasainya. Termasuk di dalamnya menjelaskan ilmu dan pengaruhnya di dunia dan akhirat, mendorong untuk belajar dan mengajar, serta meletakkan kaidah-kaidah yang pasti untuk tujuan tersebut dalam sumber-sumber islam yang asasi: al-qur`an dan as-sunah

Al-Qur’an di yakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti. Ajaran dan petunjuk al-Qur’an tersebut berkaitan dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh umat manusia dalam mengarungi kehidupannya di dunia ini dan di akhirat kelak.

            Al-Qur’an berbicara tentang berbagai hal, seperti aqidah, ibadah, mu’amalah berbicara pula tentang pendidikan. Namun demikian, al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general.Untuk dapat memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut mau tidak mau seseorang harus melewati jalur tafsir sebagaimana telah dilakukan para ulama’. 

Allah tidak menciptakan langit dan bumi kecuali dengan hak agar orang-orang yang berbuat jahat dib alas sesuai dengan perbuatannya, dan orang-orang yang berbuat baik dib alas dengan sesuatu yang lebih baik. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahui karena mereka hidup hanya memikirkan hari ini, lupa terhadap hari esok. Mereka tenggelam dalam dunia, buta terhadap hari akhirat.

Dengan menelusuru kata `alima dan derivasinya dalam al-qur`an, baik dalam bentuk positif maupun negative, jelaslah bagi kita sejauh mana cakupan dan keragaman cabang ilmu dalam kitabullah. Ia mencakup ilmu agama, ilmu dunia serta semua pengetahuannya yang sadar.

Berbicara masalah pendidikan, tentunya tidak lepas dari ilmu pengetahuan, adanya tujuan pendidikan, subjek  pendidikan, metode pengajaran, dan tentunya terdapat objek pendidikan pula. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan masalah-masalah pendidikan tersebut.

Dalam makalah ini akan sedikit membahas terkait dengan objek wewenang dan tanggung jawab pendidikan dalam perspektif al-qur`an Qs. At -Taubah Ayat 122.

1.2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini yakni:

1. Apakah yang di maksud dengan wewenang dan tanggung jawab dalam pendidikan?

2. Apa definisi dari pendidikan itu sendiri?

3. Bagaimana tanggung jawab pendidikan dalam perspektif al-qu`an?

4. Bagaimana penafsiran surat at-taubah ayat 122 jika di tarik ke dalam konteks tanggung jawab pendidikan?


1.3. Tujuan/manfaat

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Agar dapat mengetahui bagaimana wewenang dan tanggung jawab pendidikan dalam perspektif al-qur`an

2. Supaya mampu menafsirkan salah satu ayat yang bisa di tarik ke dalam konteks pendidikan khususnya tentang wewenang dan tanggung jawab pendidikan.

3. Mengetahui terlebih dahulu asbabun nuzul dari ayat yang ingin di tafsirkan sebelum di tarik dan di tafsirkan ke dalam konteks pendidikan.




BAB II

PEMBAHASAN


A. DEFINISI WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

1. Devinisi wewenang menurut para ahli

1. George R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah         untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.


2. Mac Iver R.M, wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan social, yang berfungsi untuk menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam masyarakat.

3. Soerjono Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.


4. Max weber, wewenang adalah sebagai kekuasaan yang sah.


2. Sekilas Tentang Tanggung Jawab

       Anda tentunya seringkali mendengar istilah Tanggung Jawab, bukan? Makna dari istilah “tanggung jawab” adalah “siap menerima kewajiban atau tugas”.Arti tanggung jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang.Tetapi jika kita diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi, maka seringkali masih merasa sulit, merasa keberatan, bahkan ada orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung jawab.Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab.

Banyak orang mengelak bertanggung jawab, karena memang lebih mudah menggeser tanggung jawabnya, daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, “Ini tanggung jawab saya!” Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain.


Oleh karena itulah muncul satu peribahasa, “lempar batu sembunyi tangan”. Sebuah peribahasa yang mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya. Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain.

Sebagian orang, karena tidak bisa memahami arti dari sebuah tanggung jawab; seringkali dalam kehidupannya sangat menyukai pembelaan diri dengan kata-kata, “Itu bukan salahku!”Sudah terlalu banyak orang yang dengan sia-sia, menghabiskan waktunya untuk menghindari tanggung jawab dengan jalan menyalahkan orang lain, daripada mau menerima tanggung jawab, dan dengan gagah berani menghadapi tantangan apapun di depannya.

Banyak kejadian di negara kita ini, yang disebabkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, malah sering dimenangkan atau diberikan bantuan berlebihan oleh lingkungannya dengan sangat tidak masuk akal.Sungguh sangat menyedihkan.Di masa kini, kita memiliki banyak orang yang mengelak bertanggung jawab; karena mereka ini mendapatkan keuntungan dari sikapnya itu.

b) Pengertian Tanggung Jawab

Pertanggungjawaban bukanlah satu paham Barat, melainkan satu paham yang Islami.Ada sebagian orang yang gemar mengaitkan apapun yang disukainya kepada Barat dan menganggapnya sebagai produk pemikiran Barat.Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu. Apakah perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu oleh pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti bisa bertanggungjawab kepada yang lain. Allah SWT berfirman; (Q.S.AL-ISRA`:36)

         •          

36.  Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Mata yang Anda miliki sehingga Anda dapat melihat dan mengindentifikasi sesuatu, kemudian telinga yang Anda miliki sehingga Anda dapat mendengarkan kebaikan untuk ditransformasikan ke dalam hati dan fisik Anda, serta kalbu yang Anda miliki sehingga Anda dapat merasakan, memutuskan, dan menjatuhkan pilihan dimana esensi manusia terletak pada kalbunya, semua ini adalah sarana yang telah dianugerahkan Allah SWT dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya. Kita semua harus bertanggungjawab atas apa yang telah kita lihat dengan mata kita; apakah kita melihat? Apakah kita cermat?Apakah kita ingin untuk melihat? Apakah kita ingin untuk mendengar? Apakah kita berniat mengambil keputusan dan mengimplementasikannya?Semua ini adalah tanggung jawab.

Rasulullah SAW bersabda;

"Kamu semua adalah pemelihara, dan setiap kamu bertanggung jawab atas peliharaannya."

Kita semua bertanggung jawab. Hanya saja, semakin luas pengaruh pena, kata-kata, dan keputusan seseorang pada kehidupan manusia, semakin besar tanggung jawab yang dipikulnya. Sebab itu, para pejabat tinggi negara, para pimpinan tiga lembaga tinggi negara, begitu pula pemimpin tertinggi revolusi Islam (Rahbar) hingga seluruh eselon pejabat dan jajaran direksi memiliki tanggung jawab besar atas segala tindakan, keputusan, dan statemen masing-masing.Inilah tanggung jawab dalam ajaran Islam dimana kita semua harus menaruh komitmen padanya.Perkataan orang yang bertanggungjawab berbeda dengan perkataan orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.Keputusan orang yang penuh rasa tanggung jawab juga berbeda dengan keputusan orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.Sebagai pejabat, kita semua harus berhati-hati atas pernyataan dan keputusan kita.Rasa tanggung jawab inilah yang membuat jabatan layak dihormati.Pejabat dihormati oleh masyarakat adalah karena setiap tindakan dan keputusannya harus terdorong oleh tanggung jawab yang diembannya.Orang yang memiliki rasa tanggung jawab memang patut untuk dihormati. Dan segala sesuatu akan menjadi pelik jika dipegang oleh orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.

B. PENGERTIAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Sebagaimana teori barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik.Dalam ungkapan Moh.Fadhil al-Jamali, pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki manusia.Sedangkan dalam bahasa Marimba, pendidik adalah orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.

Pendidik berarti pula orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.

Pendidikan Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik, disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa.Kewajiban itu pertama-tama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri. Kemudian meningkat pada dataran sosial yang berarti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain.

ini sesuai dengan firman Allah QS. Al-Tahrim: 6: 

        ••              

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.



Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik pertama dan yang utama adalah orang orang tua dan keluarga, yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak-anaknya, karena sukses tidaknya anak akan sangat bergantung pengasuhan, perhatian dan pendidikan orang tuanya.

Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan amanat pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggung jawab dan amanat adalah setiap orang dewasa.Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena tanggung jawabnya atas pendidikan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik peserta didik menuju pada kedewasaan dan mempunyai kepribadian yang sesuai dan selaras dengan ajaran Islam.

Karena tuntutan orang tua itu semakin banyak, anaknya diserahkan kepada lembaga sekolah sehingga definisi pendidik di sini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertetnu di sekolah.Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti orang tua lepas tanggung jawabnya sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua masih mempunyai saham dalam membina dan mendidik anak kandungnya.


KARAKTER YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEORANG PENDIDIK

Seorang pendidik harus dapat mengembangkan kepribadian seorang anak atau peserta didik dan meyiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat.Profil seorang pendidik berarti gambaran perilaku kependidikan yang dimiliki dan ditampilkan oleh seorang pendidik.Oleh karena itu tidak semua orang dewasa dapat dikategorikan sebagai pendidik. Seorang pendidik harus memperlihatkan bahwa ia mampu mandiri, tidak tergantung kepada orang lain. Ia dituntut tidak hanya bertanggung jawab terhadap peserta didik tetapi juga pada dirinya sendiri.

Tanggung jawab pendidik cukup berat, tanggung jawab ini didasarkan atas kebebasan yang ada pada dirinya untuk memilih perbuatan yang terbaik menurutnya.Apa yang dilakukannya menjadi teladan bagi masyarakat. Dengan demikian seorang pendidik diharapkan mampu mendidik orang lain, maksudnya memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas mendidik dengan baik. Untuk itu seorang pendidik harus memiliki karakteristik yang melekat pada seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya dalam mendidik.

Karakteristik yang harus dimiliki itu adalah sebagai berikut:

1. Kematangan diri yang stabil; memahami diri sendiri, mencintai diri secara wajar dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai itu, sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak menggantungkan diri atau menjadi beban orang lain.

2. Kematangan sosial yang stabil; dalam hal ini seorang pendidik dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan mempunyai kecakapan membina kerja sama dengan orang lain.

Kematangan profesional (kemampuan mendidik); yakni menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap peserta didik serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang latar belakang peserta didik dan perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara mendidik. 


PERAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM


Seorang guru memiliki peran dan tanggung jawab dalam pendidikan islam di sekolah. Guru  adalah seorang pendidik yan profesional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinua menerima da memikul sebagian tanggung jawab pendidikan di pndak orang tua. Karena sering terdengar ungkapan bahwa guru adalah orang tua disekolah. Dalam perspektif pendidikan Islam, guru disebut sebagai abu al-ruh, yaitu orang tua spiritual.

Selain dari tugas dan wewenang dan tnaggung jawab gurur dalam perspektif pendidikan islam, Undang-Undang yang berlaku di Indonesia sebagai landasan yuridis formil segala aspek kehidupan bangsa, termasuk aspek kehidupan, secara implisit juga mengamanahkan kepada guru untuk emndidik akhlak peserta didik dalam UUD 1945 bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31 ayat 3.

Berdasarkan dua pandangan di atas dalam perspektif Islam dan  amanah UUD 1945 maka setiap guru dituntut untuk berperan aktif dalam setiap akhlaw siswanya.

Adapun sifat-sifat guru yang harus dimiliki oleh guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

•   Zuhud, mencari keridhaan Allah

•     Kebersihan guru

•      Ikhlas dalam pekerjaan

•      Suka pemaaf

•      Harus mengetahui tabi’at murid

•      Harus menguasai mata pelajaran


Eksistensi sekolah merupakan saran yang paling vital dalam proses  pemunculan kepribadian manusia seutuhnya. Secara makro, upaya yang dapat ditempuh adalah dengan  menyediakan dan memperhatikan lewat pendekatan filosofis religius berbagai sarana danprasarana yang dapat menunjang bagi kelancaran  prose belajar mengajar secara optimal. Diantaranya adalah letak dan penataan gedung yang cukup strategis dan kondusif bagi suatu proses pendidikan, saran dan prasarana yang mendukung.

                Secara mikro, upaya yang ditempuh lebih berorientasi pada aspek sisitem operasi interaksi proses belajar mengajar, yang meliputi:

1.      Kurikulum pendidikan yang Integaral dan mampu menyentuh seluruh dimensi dan potensi manusia secar utuh, serta bersifat dinamis dan universal.

2.      Rumusan tujuan pendidiakn yang jelas dan pragmatis

3.      Proses belajar mengajar yang dialogis dan demokratis.

4.      Tenaga pendidik yang memiliki kompetensi prosefional, baik secara akademis maupun kepribadian.

 

Tugas pendidkan dalam konteks ini, menurut Abdurahman AnNahlawi meliputi: 

•      penyucian  yaitu pengembangan, pembersihan dan mengangkat jiwa manusia (peserta didk ) kepada RAbani Penciptanya, menjauhi  semua kejahatan dan menjaga agar peserta didik senantiasa berada pada fitrahnya yang hanif.

•        Pengajaran yaitu melakukan proses pengalihan berbagai pengetahuan dan akidah kepada akal dan hati kau muslin (peserta didik) agar senantiasa mampu merealisasikan dalam aktivitas tingkah laku sehari-hari. 

         Dengan terformulasinya sistem pendidikan dan pengajaran yang sedenimikan kodusif dan dialektif, akan memunculakn sosok peserta didik yang memiliki paripuna, baik sebagai intelektual maupun pemeluk agam dan makhluk social. Harmonisasi dan keutuhan yang demikian akan melahirkan sosok sumber daya manusia yang berkualitas paripurna secara utuh dan dinamis.



OBJEK TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM AL-QUR`AN


                         

 Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Dalam ayat diatas juga terdapat dua lafadz fi’il amar, yang disertai dengan lam amar, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu) dan lafadz (supaya mereka memberi peringatan), yang berarti kewajiban untuk belajar mengajar.

Apapun proses belajar mengajar sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau: “dan darinya (Abu Hurairah ra) sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda: barang siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikit pun dari padanya (HR. Muslim)

            Menurut Al Maraghi ayat tersebut member isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama (wujub al tafaqqub fi al din) serta menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah di dirikan serta mengajarkanya pada menusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya yang harus diketahui oleh orang-orang  yang beriman. Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihat dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya tersebut kedudukanya lebih tinggi dari mereka yang keadaanya tidak sedang berhadapan dengan musuh. Berdasarkan keterangan ini, maka mempelajari Fikih termasuk wajib, walaupun sebenarnya kata Tafaqquh tersebut maknah umumnya adalah memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu Fikih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan sebagainya

        Yang di maksud dengan berangkatnya sekelompok dari umat islam untuk memperdalam umat islam adalah agar mereka menghadap para ulama rabbani yang terpercaya, yaitu mereka yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya. Mendekat dan menghadap mereka secara langsung, menanyakan apa yang belum di ketahui dan mendiskusikan yang di ragukan. Maka, dengan system yang demikian intensif ini akan terbina otoritas ilmiah dan kemampuan intelektual sehingga lahirlah individu yang mengetahui kebenaran melalui perantaraan dalil-dalilnya. Menurut Hammad bin Zaid mereka adalah orang yang pergi mencari ilmu dan kembali kepada kaumnya serta mengajarkan ilmu yang telah di dapatkannya. 

        Oleh karena itu, para salafus saleh mensyaratkan dalam mencari ilmu hendaklah mendatangi para ulama dan hadir dalam majelis-majelis ilmu. Tidak cukup hanya dengan membaca buku-buku tanpa menghadap secara langsung. Karena, apabila ada kesalah pahaman, merekalah yang akan menerangkan dan meluruskannya. Oleh karena itu, ada sebuah naseht yang terkenal dari para ulama kepada murud-muridnya, `janganlah kalian mengambil ilmu pengetahuan dari tulisan saya dan jangan membaca al-qur`an dari mushaf saya.`

        Yang di maksud dengan ``tulisan saya`` adalah tanpa menanyakan kepada syeknya dan tidak mendiskusikannya kepada orang-orang yang benar mengetahui secara rinci oermasalahan yang termaktub di dalamnya, termasuk istilah-istilah yang di pergunakannya. Adapun yang di maksud dengan ``mushaf saya`` adalah belajar qiraat dari al-qur`an langung tanpa mengkaji kepada ahli kiraat ayat demi ayat, surat demi surat sehingga manakala ada kesalahan sang guru akan membenarkannya.


BAB III

PENUTUP

1. SIMPULAN

Salah satu isyarat makna yang sangat lembut dari ungkapan al-qur`an dalam kaitannya dengan menuntut ilmu, adalah belajar tidak hanya akan mengangkat nilai dan martabat seorang manusia, tetapi juga hewan. Kita perhatikan legitimasi al-qur`an akan halnya binatang-binatang yang di buru buruan anjing, karena anjing yang menagkapnya telah terdidik dan di bawah oleh seseorang yang mendidiknya. Sebaliknya, ketika anjing tersebut bukan anjing terdidik atau menerkam dengan sendirinya tanpa perintah sang pendidik, maka hewan yang di terkamnnya tidaklah halal. Jika keistimewaan ini terdapat pada anjing terdidik, sebagaimana pula burung elang dan hewan yang lain, secara hokum maupun harga jualnya, maka bagaimana dengan manusia yang belajar ilmu atau teknologi yang bermanfaat bagi manusia banyak, betapa tinggi martabat dan nilai yang di snadangnya. Simaklah untaian syair di bawah  ini:

``belajarlah,sesungguhnya manusia tidak di lahirkan dalam keadaan pandai. Tidaklah orang yang berilmu sama dengan orang yang bodoh.``


     •   •     

 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.


2. SARAN

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari kekurangan maupun kekeliruan. Maka dari itu, saran dan kritikan sangat di harapkan agar dapat di perbaiki dalam penyusunan selanjutnya.





DAFTAR PUSTAKA


Qardhawi yusuf, 1998, al-qur`an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan, gema insani, Jakarta.

Dra. Hj. Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam (IPI) untuk UIN-STAI-PTAIS Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

http://www.ikadi.org/artikel/tafakur/tanggung-jawab-dalam-islam-1208744648.htm 










Posting Komentar untuk "WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR`AN"