Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Alghazali

 

KELOMPOK 3:

1.      Mavatih Fauzul ‘Adziima              : 19204010068

2.      Umdaturrosyidah                           : 19204010072

3.      Rasuluddin                                     : 19204010077

4.      Y. Arief Amirullah                : 19204010081

 

A.    Pendahuluan

Dunia pendidikan islam di Indonesia khususnya, dan dunia islam pada umumnya masih dihadapkan pada erbagai macam persoalan, mulai dari soal rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai kepada persoalan guru, metode, kurikulum, dan lain sebagainya. Dalam tulisan ini, buku filsafat pendidikan islam akan mengkaji berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Melalui tulisan ini pula para pembaca diharapkan mampu memahami pemikiran-pemikiran filosofis tentang pendidikan, yang pada gilirannya dapat membantu dalam merumuskan konsepsional dalam bidang pendidikan.

Buku filsafat pendidikan islam ini ditulis oleh Drs. H. Abudin Nata, M.A yang diterbitkan oleh Logos wacana ilmu, di Jakarta pada tahun 1997 pada bulan februari. Buku ini berjumlah 225 halaman, dengan tebal 21,5 cm. Dalam buku filsafat pendidikan islam ini terdapat 15 Bab pembahasan. Keunggulan dari buku ini adalah buku ini ditulis secara jelas dan mudah dipahami oleh pembaca. Pembahasan pendidikan beserta para tokoh-tokoh yang begitu banyak. Hingga sangat disarankan untuk para pendidik membaca dan memahami isi buku filsafat pendidikan islam ini, yang dikarang oleh Drs. H. Abudin Nata, M.A.

B.     Pembahasan

1.      Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Jika dilihat dari pengertian filsafat pendidikan islam adalah kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam pendidikan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber primer, dan pendapat dari para ahli, khususnya filusuf muslim sebagai sumber sekunder.

2.      Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Secara umum ruang lingkup pembahasan Filsafat pendidikan islam adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh, dan universal mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan pendidikan atas dasar ajaran islam. Konsep-konsep tersebut mulai dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, lingkungan, dan seterusnya.

3.      Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

a.       Menolong para perancang pendidikan islam dan orang-orang yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk mementuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan.

b.      Menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan secara menyeluruh.

c.       Memberikan pendalaman spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik di negara kita.

4.      Kedudukan Manusia Dalam Alam Semesta

Manusia adalah makhluk yang memiliki kelengkapan jasmani dan rohaninya. Dengan kelengkapan jasmaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan dukungan mental. Selanjutnya, agar keduanya dapat berfungsi dengan baik dan produktif, maka perlu dibina dan diberikan bimbingan. Dalam hubungan ini pendidikan memegang peranan yang amat penting. Disamping sebagai khalifah yang mempunyai kekuasaan untuk mengoah alam dengan menggunakan segenap daya dan potensi yang dimiliki, juga sebagai ‘Abd, yaitu segala sesuatu usaha dan aktivitas harus dilaksanakan dalam rangka ibadah kepada Allah. Untuk dapat melaksanakan tugas kekhalifahan, manusia harus diberikan pendidikan, pengajaran, pengalaman, keterampilan, dan teknologi sebagai pendukung. Hal ini menunjukkan konsep kekhalifahan dan ibadah dalam Al-Qur’an erat hubungannya dengan pendidikan.

5.      Pemikiran Para Tokoh Tentang Pendidikan Islam.

a.       Al-Ghazali

Nama lengkap dari Imam Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Ia lahir pada tahun 450 H.bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah. Dan beliau wafat di Tabristan pada tanggal 14 jumadil akhir tahun 505 H, yang bertepatan dengan 1 desember 1111 M. Pada akhir perjalanan intelektualnya, tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa syak yang lama mengganggu diri Al-Ghazali.

Bila dipandang dari segi filusufis Al-Ghazali adalah penganut faham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. Dalam masalah pendidikan Al-Ghazali cenderung berpaham empirisme. Hal ini disebabkan antara lain karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Al-Ghazali mengatakan jika anak menerima ajaran baik maka anak itu akan menjadi baik, dan begitupun sebaliknya. Pentingnya pendidikan ini didasarkan pada pengalaman hidup Al-Ghazali sendiri, yaitu sebagai orang yang tumbuh menjadi ulama’ besaryang menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan disebabkan karena pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan, dan kegagahan, atau mendapatkan kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri kepada Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan permusuhan.selain itu rumusan tersebut mencerminkan sikap zuhud Al-Ghazali terhadap dunia, merasa Qana’ah (merasa cukup dengan yang ada), dan banyak memikirkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia.

Pendidik menurut Al-Ghazali adalah, guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri, guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar), karena tugas yang diwariskan oleh nabi Muhammad SAW adalah mengajar, sedangkan upahnya adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya, guru harus mampu menanamkan keimanan kedalam pribadi anak didiknya. Sehingga akal pikiran anak didik tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu. Sedangkan peserta didik menurut Al-Ghazali harus memuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur, merasa satu bangunan dengan murid lainnya, menjauhkan diri dari mempelajari madzab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam fikiran. Ciri-ciri murid yang demikian itu nampak juga masih dilihat dari perspektif tasawuf yang menempatkan murid sebagaimana murid tasawuf dihadapan gurunya. Pandangan kurikulum yang diterapkan Al-Ghazali bahwa beliau adalah seorang ulama’ besar yang menaruh perhatian cukup tinggi terhadap pendidikan. Corak pendidikan yang dikembangkannya tampak dipengaruhi oleh pandangannya tentang tasawuf dan fiqh.

b.      Ibn Khaldun

Ia berasal dari keluarga politis, intelektual dan aristokrat. Ia lahir di Tunisia tanggal 27 mei 1332. Ayahnya bernama Abdur Rahman Abu Zayd ibn Muhammad ibn Khaldun. Keluarganya telah mewariskan tradisi intelektual kepada dirinya, sedangkan masa ketika ia hidup yang ditandai dengan jatuh bangunnya dinasti-dinasti Islam, terutama dinasti Umayah dan Abbasiyah memberikan kerangka berpikir dan teori-teori ilmu sosialnya secara filsafatnya.

Ia berpendapat bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan, tetapi juga bakat.

Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, Ibn Khaldun membaginya menjadi tiga macam, yaitu:

1)      Ilmu lisan yaitu ilmu tentang tata bahasa.

2)      Ilmu naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi.

3)      Ilmu ‘aqli yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya pikir atau kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.

Mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Ibn Khaldun menganjurkan agar para guru mengajarkan ilmu pengetahuan dengan metode yang baik. Dan menganjurkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Keahlian itu adalah sifat atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Mereka yang pemikirannya masih mentah, dan dalam keadaan masih kosong akan lebih mudah mendapatkan keahlian-keahlian baru yang dapat mereka peroleh dengan lebih mudah.

c.       Ikhwan Al-Safa

Organisasi ini antara lain mengajarkan tentang dasar-dasar agama Islam yang didasarkan pada persaudaraan Islamiyah (ukhuwwah Islamiyah), yaitu suatu sikap yang memandang iman seorang muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Informasi lain menyebutkan bahwa organisasi ini didirikan oleh kelompok masyarakat yang terdiri dari para filosof. Organisasi yang mereka dirikan bersifat rahasia dan memiliki missi politis. Organisasi ini memandang pendidikan dengan pandangan yang bersifat rasional dan empirik. Mereka memandang ilmu sebagai gamaran dari sesuatu yang dapat diketahui di alam ini. Dengan kata lain ilmu yang dihasilkan oleh pemikiran manusia itu terjadi karena mendapat bahan-bahan informasi yang dikirim oleh panca indera.

d.      Zainuddin Labai

Lahirnya di Bukit Surungan, Padang Panjang pada tahun 1880. Ia tidak pernah memperoleh pendidikan yang sistematis. Ia hanya belajar dua tahun di sekolah negeri dan dua tahun lagi belajar agama pada Syaikh Muhammad Yunus, ayahnya. Pengetahuannya banyak diperoleh dengan membaca sendiri dan untuk ini kemampuannya dalam bahasa-bahasa Ingris, Belanda dan Arab sangat membantunya. Zainuddin Labay telah menunjukkan otodidaknya menjadi seorang pembaharu dalam bidang pendidikan. Ia berjasa dalam mengembangkan bahasa Arab baik sebagai bahasa pengantar, maupun bahasa yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Ia telah memperkenalkan model pendidikan yang pada masa itu belum lazim digunakan, yaitu model klasikal. Dan ia telah memperkenalkan pengetahuan modern ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Usaha-usaha yang dilakukan Zainuddin Labay telah menghasilkan kader yang tangguh dalam bidang ilmu agama sebagaimana diperlihatkan oleh Hamka.

e.       Ahmad Surkati

Syeikh Ahmad Surkati nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari. Ia lahir di daerah Adfu Donggala, Sudan. Ayahnya bernama Muhammad yang masih diyakini memiliki hubungan dengan Jabir bin Abdullah al-Anshari. Nama Surkati yang terdapat pada namanya itu diperoleh dari sebutan neneknya, sehingga namanya menjadi Ahmad Surkati. Sejak kecil Ahmad Surkati telah diajar mengaji dan dididik untuk menjadi seorang penghafal al-Qur’an dan hal itu dapat dia lakukan pada masa kanak-kanak, yakni sudah hafal al-Qur’an. Karya tulis Ahmad Sukarti antara lain; Surat-surat Jawaban, Al-Wasiat al-Amiriyyah (Nasihat bagi Para Pemimpin), Al-Masail al-Tsalats (Tiga Persoalan), Hak Suami Istri, dan Tawjih al-Qur’an lil Adabil al-Qur’an.

Ide-ide Pembaharuan Pendidikan Akhmad Surkati antara lain, Secara kelembagaan program pendidikan yang dilakukan berlangsung selama 15 tahun dengan jenjang pendidikan, yang meliputi pendidikan dasar 3 tahun, pendidikan ibtidaiyah selama 4 tahun, pendidikan tajhiziyyah selama 2 tahun, jenjang mu’allimin selama 4 tahun dan jenjang takhassus selama 2 tahun. Dari segi aspek metode dan pendekatan pengajaran antara lain adalah, Menerapkan pendekatan personil psikologis dan conselling dalam melihat minat dan bakat serta tingkat kemampuan intelegensi para siswa yang diajarkan, Menerapkan metode diskusi kepada para muridnya, Pendidik berjiwa demokratis dan dalam suasana kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan akliyah. Dan dari Aspek Kurikulum Dalam kegiatan belajar mengajar menerapkan rencana pelajaran atau rencana pengajaran yang dalam bahasa pendidikan disebut kurikulum. Rencana pelajaran itu dijadikan sebagai kerangka kerja sistematik dalam suatu kegiatan pengajaran modern.

f.       Ahmad Dahlan

Lahir pada tahun 1868 sebagai anak salah seorang dari 12 kitab Masjid Agung Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwis. Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqh dan tafsir di Yogya ia pergi ke Mekkah tahun 1890 ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya ialah Syaikh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 ia mengunjungi kembali tanah suci di mana ia menetap di sana selama dua tahun.

Pandangan Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Ide-ide pendidikan yang dikemukakan Ahmad Dahlan, Membawa pembaharuan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam. Memasukkan pelajaran umum kepada seolah agama atau madrasah. Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran. Mengajarkan sikap hidup yang terbuka dan toleran. Dengan organisasinya Muhammadiyah termasuk organisasi Islam yang paling pesat dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang bervariasi.

C.     KESIMPULAN

Dalam buku ini membahas tuntas tentang pendidikan dan dari berbagai macam sudut pandang para filosof islam.

D.    DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.

Posting Komentar untuk "Alghazali"